A city with two currencies (Day 3)

Hari ketiga dimulai. Kami tinggal di Me Mates Place, hostel murah bertingkat lima. Beruntung pula kami bertiga ditempatkan di lantai lima yang membuat kami harus ngos-ngosan naik tangga tiap kali mau ke kamar. Namun, berkamar di lantai lima juga ada untungnya, kami bisa melihat view Kamboja dari atas beserta sungai Sap yang membelah kota ini. Indah nian. Lantai lima memiliki fasilitas balkon yang luas. Dan kami bertigalah penghuni lantai lima Me Mates Place. Me Mates Place sama dengan backpacker hostel lainnya, menyediakan komputer untuk internet gratis dan wifi gratis bagi mereka yang berbelanja makanan minimal 2.5 dollar. 

Sarapan diselingi online.... Thanks to free wifi 

Ada yang terasa berbeda di kota ini, saya sangat merasakan ramahnya para pengemudi tuk tuk, ramahnya orang-orang yang kami temui dan ramahnya para penjual saat kami tawar menawar. Mila saja sampai tiga kali menerima ucapan yang sama dari 3 penjual yang berbeda: “Thank you, you are our first costumer today. Business is bad now”. (Ini sih namanya m berterima kasih sambil curcol). Bahasa Inggris mereka pun terhitung lumayan dibandingkan dengan para pedagang di Ho Chi Minh. Pengemudi tuk tuk aja bisa ngomong Inggris.
Jangan bandingkan Phnom Penh dengan ibukota negara-negara lain di Asia, karena memang dari segi fisik kota ini jauh tertinggal. Saya dan Mila malah berpikir kota Phnom Penh itu mirip sama Jambi or Pekanbaru, hehehe.
Keunikan lain Kamboja adalah, selain memiliki mata uang sendiri (Riel), Kamboja juga menerima mata uang Dollar. Negara ini menggunakan dua mata uang sekaligus. Jadi, saat berbelanja di supermarket atau pasar, kadang kembalian yang kami peroleh pun bercampur dollar dan Riel. Jadi harus mahir hitung-hitungan kalau mau belanja disini.
 Wat Phnom berdiri megah di dekat hostel kami

Jam 8 teng, kami menyelesaikan sarapan dan langsung naik ke tuk tuk nya Mas Marly yang sudah sudah standby dari jam 7. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Wat Phnom yang lokasinya dekat dengan Me Mates Place. Untuk masuk ke tempat ini, pengunjung harus membayar 1 USD. Tempat ibadah ini lumayan rame dikunjungi warga lokal untuk bersembahyang.
Royal Palace.... Megah... Atapnya khas... seperti rumah gadang

 megah!!!

Puas berfoto di Wat Phnom, kami melanjutkan perjalanan ke Royal Palace. Kami dikenakan biaya 6.25 USD per orang untuk memasuki tempat ini. Begitu masuk, kami langsung disambut dengan dengan bangunan mentereng berwarna keemasan. Rumah gadang ala Kamboja, begitu saya menyebutnya yang diamini si Mila. Saat melangkah masuk ke bangunan ini, kami tidak diperbolehkan membawa alas kaki serta tidak boleh memotret. Di dalam gedung, ditampilkan isi istana Kamboja mulai dari alat-alat upacara, singgasana raja hinggal alat musik tradisional yang digunakan jika ada perhelatan. Saya menyebut tempat ini Keraton Yogya ala Kamboja. Ahhh saya sudah terlalu banyak memberikan gelar untuk tempat ini. Masih di kompleks Royal Palace, kami juga memasuki Silver Pagoda, yang berisi banyak patung Buddha dalam berbagai ukuran dan pose. Tepat di tengah, bersandinglah patung Buddha yang terbuat dari Giok Hijau. Sayang kami tidak boleh memotret di tempat ini. (sigh).
Tukeran sejenak bersama mas Marly, giliran gua yang narik tuk tuk
Tuk tuk mas Marly selanjutnya membawa kami ke Russian Market. Dalam perjalanan, mas Marly sepertinya sangat bersemangat menjelaskan setiap gedung yang kami lewati, saking semangatnya saya yang duduk persis di belakangnya sampe kena cipratan ludah Mas Marly (another sigh). Tapi cuek ajah, ga sampe bau jigong kok. Tujuan kami selanjutnya adalah Russian Market. Nothing special here, seperti pasar pasar tradisional Indonesia pada umumnya. Sumpek, panas dan padat. Setelah itu, tujuan terakhir kami adalah Central Market. Sama.... tak ada menarik. Suvenir berupa kaos oblong, gantungan kunci, tas, dll bisa diperoleh di kedua pasar ini.

Tiba saatnya kembali ke Ho Chi Minh, kami berbelanja dulu di Lucky Mart setempat (saya beli sandwich tuna untuk makan siang) lalu kembali ke Mates Me Place untuk mengambil tas bekpek. Marly mengantar kami ke terminal bus Capitol, dan bersalaman dengan kami, berharap kami datang lagi ke Phnom Penh. Saat diberangkatkan, kami baru melihat ada restoran halal yang terletak di dekat terminal bus Capitol. Ahhh seandainya tahu itu, tadi saya ajak Vonny dan Mila untuk makan siang disitu. Sudah lumayan lama perut in tak bertemu nasi, 3 hari ini makan roti mulu, pantes saja selama di Vietnam bahasa Inggrisku makin lancar (doh).
Perjalanan ke Ho Chi Minh kali ini memakan waktu yang cukup lama karena kami harus melalui kembali jalur yang kemarin plus tambahan waktu yang cukup lama di Moc Bai, perbatasan Vietnam – Kamboja. Kami yang start jam 1:30 PM dari Phnom Penh, masih tertahan di Moc Bai saat senja mulai turun. Antrian bus masuk ke Vietnam dari Kamboja memang lumayan banyak, tidak seperti kemarin. Walhasil kami baru lepas dari Moc Baik pukul 6:30 PM teng. Dan sampai dengan selamat, sentosa, tak kurang suatu apapun di Ho Chi Minh pukul 8:45 PM. Kami turun di De Tham, jantung kawasan backpacker.

Sebelum meneruskan keinginan yang tertunda ke City Hall, kami mampir makan malam dulu di Restoran Ali Akbar, satu dari beberapa restoran halal bermenu masakan India di jalan Bui Vien, dekat De Tham. Selanjutnya kami menitipkan barang di Saigon Mini Hotel sekalian check in.

City Hall dan patung Uncle Ho ternyata sangat mudah ditemukan, hahahaha kami malah sempat melewati tempat ini dua kali saat malam pertama kami di Ho Chi Minh. Kami Cuma tidak ngeh itu City Hall-nya, sempat bersitegang juga sih sama supir taksi yang mengantar kami ke tempat ini. Soalnya dari awal dia bilang “I sue, I sue” (Bingung juga kok nih sopir mau menggugat saya, emang salah saya apa???). Ternyata maksudnya pak sopir “I am sure”, maksudnya Saya yakin saya tahu tempat yang anda maksud. Oalaaaaaahhhh. Namun, dalam kenyataannya, pak sopir membawa kami (lagi-lagi) ke Central Post Office. Waduhhhh ini sih nyasar jilid dua. Untungnya Mila ikut campur, dan menunjukkan kembali peta ke Pak Supir. Akhirnya pak supir insyaf dan membawa kami ke jalan yang benar, Alhamdulillah. Kami tiba dengan selamat dan sentosa di depan City Hall. Bagaimana rupa City Hall? Lihat saja gambarnya......
Patung Uncle Ho, letaknya persis depan City Hall

the famous city hall

Demikian dulu laporan hari ketiga live dari Ho Chi Minh City, semoga besok lebih mengesankan lagi. Yiiihaaaaaaaa.......

Pengeluaran hari ketiga

  1. Tuk tuk dalam kota Phnom Penh selama setengah hari: 5 USD per orang
  2. Sarapan di Me Mates Place hostel: 3 USD (disini breakfastnya bayar) 
  3. Biaya masuk Wat Phnom: 1 USD
  4. Biaya masuk Royal Palace: 6,25 USD 
  5. Beli bekal makan siang untuk dimakan di bus: Sandwich Tuna + Air Mineral + Pringles = 3,5 USD 
  6. Tiket bus Phnom Penh - Ho Chi Minh = 9 USD 
  7. Makan malam di Restoran Halal Ali Akbar di jalan Bui Vien, Ho Chi Minh = 75000 Dong 
  8. Green Tea Lemon = 5.000 Dong 
  9. Taksi dari Saigon Mini Hotel ke City Hall = 45.000 Dong 
Total Pengeluaran Hari Ketiga:
= 27,75 USD + 125.000 Dong
= Rp 255.300 + Rp 62.500
= Rp 317.800

Lumayan menurun dibanding pengeluaran hari kedua :D
16 komentar
  1. Royal palace kek keraton Jogja? Mang di Kamboja juga pake sistem Kerajaan ya kak? Trus, mayoritas penduduknya memang Buddha di?

    BalasHapus
  2. kereeeenn,,,kek pengen k sana..hohoho
    d rupiahin pi perjalanannya,mangkos brapa kaka??

    BalasHapus
  3. ih keren keren bangunannya
    *mendadak iri sama babi*

    BalasHapus
  4. Kog Royal Palace nya mirrriiippp banget sama Grand Palace di Bangkok ya?? gue curiga arsiteknya sama heheheh...

    BalasHapus
  5. kak cipu,,jadwal dr ho chi minh-pnompenh emg jam 1.30 yah?/eh trus ka cipu mesen hostelnya langsung dr indonesia or?disana baru booking??thx
    soalnya aku jg berangkat jumat ,trus pulang senen

    BalasHapus
  6. lah sebentar amat ya dikambojanya
    ini nih yg seru kl jalan2...nyasar...hehehe kl ga nyasar gw seru jalan2nya :)

    BalasHapus
  7. Yaiks....kena cipratannya ituu...iiieeuukh....pengalaman tak terlupakan seumur hidup ya pu :p

    Well then, you make it to Uncle Ho and City Hall ya. Congratz congratz.... :D

    Hmmm Pu...ada bakat untuk gantiin jabatan supir tuk-tuk tuh :p lol.

    BalasHapus
  8. Foto2xnya keren...apalagi penampakan abang tuk2x yang ganteng kayak orang Indonesia yang gw kenal, hehe :D

    Untung sekarang dah persiapan...jadi nggak bisa dibohongi lagi kayak hari pertama yak, cuma nyaris aja :)

    BalasHapus
  9. U look well Cips, and having a good time too :D. *Enjoy reading ur blog this morning*
    -Jangtu-

    BalasHapus
  10. @iLLa: iyah, disana juga pernah menerapkan sistem kerajaan

    @Cherry: sudah tuh... ada biaya harian dan biaya totalnya

    @ria: ayo rencanakan perjalanannya sama abi :D

    @tince: hmmm sepertinya iya hehehe

    @anjani: iya, saya berangkat dari HCM ke PP pukul 1:30 PM, hotelnya ya di book dari sini (online booking)

    @exort: waktu kami cuma 3 hari dan kalau nggak gitu, ga bakal bisa ke Phnom Penh

    @Merry: finally I found City Hall

    @Feli: sepertinya yang supir tuk tuk itu akan segera dinobatkan menjadi "supir tuk tuk pendatang baru terbaik"

    @Jangtu: thanks thanks thanks

    BalasHapus
  11. duuuhh kok gua bisa kelewat postingan yang ini yak?
    hihihi.. lucu juga pas baca lu kena ujan lokal :D. Besok2 bawa payung dongs

    BalasHapus
  12. apa? tiket Phnom Phenh - HCM cuma 9 dolar?

    gile dah. murah juga ya ternyata? jogja-denpasar aja 200ribu kalo naik bis. hehe...

    BalasHapus
  13. waaaaaaaah
    kepingin foto di royal palace jugaaaa

    habis kuning sih!
    hehehehhe

    eh pengeluarannya kok kecil sekali ya.
    jadi pingin backpackeran juga nih

    BalasHapus
  14. wah keren juga ya jadi backpacker..kapan2 perlu dicoba sama hubby..hehe..thanks sharenya ya mas..

    BalasHapus
  15. Iya sih Bang. Sampai 2017 waktu saya ke sana aja kondisi Phnom Penh masih yang kayak Bang Cipu bayangkan. Ya, mungkin ada improvisasi dikit.

    Btw, rasanya lega pas ke Ho Chi Minh Square terus teriak "Assalamualaikum Vietnam!" hhehehe

    BalasHapus
  16. Hahahahahah, kocak sih. Tapi beneeer mas, Kamboja itu lebih ramah penduduknya drpd Vietnam, trus lebih lancar inggris, tapiiii lebih mahal hahahahha. Mungkin Krn pake dolar sih yaa.

    Aku kangeeen Ama pnom Penh. Ingeet banget kesana itu hanya Krn mau ke S21 dan killing field. Pengen banget liat museum yg pernah jadi saksi bisu pembantaian warganya dulu. Trus pengen kesana lagi Krn anak2ku juga mau liat museumnya. Sama aja kayak maminya, mereka doyan trmpat2 serem gitu šŸ˜‚

    Tapi yg bikin aku berkesan, keramahan Orang2 sana. Kami tuh landing awal di Siam Rep. Trus ambil geret koper langsung jalan naik Tuktuk, trus naik kapal ke danau Tonle. Naah koper ditinggal ke supir Tuktuk. Gilaaa kan šŸ˜‚šŸ˜‚.

    Aku udh protes Ama Raka, kalo drivernya ga jujur gimana, ilang semua baju kita. Tapi kata Raka, dia bisa melihat kejujuran di mata si driver šŸ¤£šŸ¤£šŸ¤£.

    Ternyata beneran jujur, sampe kami selesai naik kapal, si driver masih setia nungguin hahahahahha. Akhirnya selama di Siam Rep kami pake dia deh.

    BalasHapus