Saat turis dan tuan rumah tak lagi berbeda (Part 2)

Menyambung tulisan yang sebelumnya, tempat kedua yang belum pernah saya kunjungi di Melboune adalah......... Melbourne Museum. Untungnya tamu-tamu dari Canberra tadi mengusulkan tempat ini untuk dikunjungi. Sebenarnya sudah lama sih saya mendengar tentang museum ini, bahkan ternyata tempat ini sering saya lalui dari tempat tinggal saya dahulu sebelum pindah ke tempat yang sekarang. Tapi dasar saya memang pemalas, mikirnya selalu "sudahlah nanti saja ke sananya, ntar juga kesana kok. Di Melbourne ini..... " 

Saya agak enggan ke Museum awalnya, karena saya menganggap museum sebagai tempat yang membosankan. Ini sesuai dengan pengalaman saya yang lalu-lalu di negeri sendiri. Saya makin gak rela masuk saat melihat papan informasi yang menunjukkan bahwa pengunjung harus membayar 28 AUD untuk masuk (wah ini bisa buat makan enak seharian di Melbourne). Berbekal kartu mahasiswa saya berharap mendapatkan konsesi. Saat saya menyodorkan kartu mahasiswa dan siap-siap membayar, sang kasir menanyakan kode pos rumah saya dan selanjutnya bersabda: "It's free". Yeahhhhh, hidup gratisan...... 
disambut dengan kerangka paus 

Begitu memasuki museum, kami langsung disambut dengan kerangka ikan paus besar yang ditemukan mati dan terdampar di pantai Victoria. Melbourne Museum memiliki 4 macam galery yang wajib dikunjungi:

Science and life gallery 

Satu kata untuk gallery ini: LUAR BIASA.... (eh itu dua kata yah, hehehhe). Persepsi saya tentang museum berubah seketika saat memasuki tempat ini. Bagaimana saya tidak tercengang melihat riwayat dinosaurus, proses terbentuknya bumi, mineral-mineral yang ada di perut bumi serta evolusi makhluk hidup dijelaskan dengan sederhana dan interaktif. Ada juga ruang khusus untuk membahas serangga disini. Saya baru sadar kalo kecoak di Australia ukurannya jauh lebih kecil dari kecoak di Indonesia (hidup negeriku). Teknologi visual benar-benar dimanfaatkan dengan sempurna di gallery ini. Tempat ini juga dilengkapi dengan bioskop lesehan 3D untuk melihat visualisasi fenomena alam. Jadi membayangkan, kalau tempat sekeren ini bisa ada di Indonesia, pasti anak-anak Indonesia jadi semangat ke museum. Apalagi di bagian akhir ruangan ini ada display replika hewan yang super duper mirip dengan aslinya, serta penjelasan apakah mereka sudah punah, terancam atau masih aman. 
kerangka dinosaurus 

Layar sentuh akan membantu menentukan level kepunahan hewan-hewan yang dipajang ini 

Mind and body gallery 

Bagi yang doyan psikologi dan anatomi, sila bermain ke tempat ini. Galeri ini menyajikan dua wahana yakni psikologi dan anatomi. Di wahana psikologi, pengunjung diajak untuk belajar mengenai fungsi otak, kejiwaan dan hal-hal yang terkait dengan kedua topik tersebut. Wahana psikologi juga banyak menawarkan permainan psikologi serta kesaksian mereka-mereka yang mengalami kelainan seperti schizofrenia dll. Di bagian anatomi, penjelasan tentang sistem kerja tubuh manusia juga dijelaskan dengan sederhana dan visualisasi yang membuat saya tercengang. Malah ada replika kotoran manusia dan saat tombolnya disentuh keluar bunyi kentut yang berbeda-beda (mungkin disesuaikan dengan makanannya kali yah). Untungnya, bunyi kentutnya tidak disertai dengan bau di gallery ini. Kebayang kalo orang Indonesia yang abis makan telur asin, pasti yang keluar cuman bunyi mendesah, tapi baunya bikin pingsan orang seruangan. 
ruang peraga yang interaktif, pengunjung adalah raja deh!!

potret diri yang aneh 

inilah replika lengkap dengan tombol kentut nya hahahahah 

Melbourne gallery 

Nah bagi yang mau tahu sejarah Melbourne, tempat ini cukup memberikan informasi tentang Melbourne. Tempa tini bercerita banyak tentang pacuan kuda yang menjadi kegemaran orang-orang sini. Namun, saat ke gallery ini, saya lebih tertarik untuk memasuki sebuah gallery khusus yang sedang memajang hasil karya "Jeannie Baker" berjudul "Mirror" atau dalam bahasa Arab "Miro'ah".  Saya sangat kagum dengan ide Jeannie Baker. Jeannie bercerita tentang kisah sehari-hari seorang anak di Sydney dan seorang anak yang tinggal di sebuah desa di Maroko. Cerita yang ditawarkan terbagi menjadi dua alur, yakni cerita di Maroko dan cerita di Sydney. Meski kedua anak ini tak saling mengenal, hidup dalam kondisi serta kultur yang jauh berbeda, namun Jeannie menarik benang merah dan menunjukkan pentingnya keluarga dan kehangatan dalam keluarga. What a wonderful story. 
bule kesasar

Bunjilaka Aboriginal Culture Centre

Mungkin banyak yang belum tahu bahwa puluhan tahun yang lalu, pernah terjadi upaya untuk melenyapkan suku Aborigin di Australia. Pemerintah setempat waktu itu mencoba melakukan kawin silang antara suku Aborigin dan kulit putih. Dan anak-anak dari hasil perkawinan ini kemudian dituntun untuk hidup ala bule. Makan roti dan keju, serta minum susu, termasuk merubah kepercayaan mereka. Masa-masa ini dianggap sebagai masa kelam dan anak-anak tersebut diistilahkan dengan "the stolen generation". Dan ironisnya, pemerintah Australia selama puluhan tahun kurang menyadari hal ini. Situasi kemudian berubah saat Kevin Rudd terangkat menjadi perdana menteri Australia, beliau menganggap isu ini sebagai salah satu isu penting. Beliau lah perdana menteri pertama yang mengucapkan maaf kepada suku Aborigin melalui speechnya yang dikenal dengan "sorry speech". Sepuluh tahun terakhir, perhatian kepada masyarakat Aborigin makin besar, penerimaan terhadap mereka pun sebagai leluhur Australia makin diterima khalayak ramai. Bunjilaka cultural traditional centre merupakan sebuah persembahan untuk masyarakat Aborigin di Australia. 
karya yang cantik dari suku Aborigin

Demikian sedikit info tentang Melbourne Museum. Semoga ada yang berniat ke Melbourne (rajin-rajin cari flight murah yah di AirAsia, ada jalur KL - Melbourne lho!). Negara kita sebenarnya punya potensi besar untuk membuat sebuah museum yang menarik dan interaktif. Bukan hanya karena kita memiliki sejarah perjuangan kemerdekaan yang panjang, namun juga karena kita adalah sebuah negara dengan jumlah etnis yang besar dan budaya yang beraneka ragam. Belum lagi banyaknya artefak dan temuan arkeologi di Indonesia. Kita sadar bahwa ujung-ujungnya adalah duit, namun mungkin kita juga bisa sadar bahwa dana mungkin ada jika pengeluaran-pengeluaran mubazir negara bisa dikurangi. 

Museum bukan lagi tempat yang membosankan jika disajikan dengan apik dan interaktif seperti ini. Hmmmm selanjutnya mau main ke museum mana lagi yah? (the end) 
19 komentar
  1. wow... apa ngak jijik tuh kotoran manusia ikut dipamerkan haha... :D

    BalasHapus
  2. Om... Dija mau dong kalo diajak kesana...

    besok besok ya Om...

    Dija nabung dulu buat pergi ke aussie

    BalasHapus
  3. di Indonesia mah...
    rugi kalo pergi ke museum. udah membosankan, gak terawat lagi...


    kenapa sih museum Indonesia gak bisa seasyik museum di luar negeri yaa

    padahal aku suka banget tuh jalan jalan ke museum, kalo Museumnya bagus!!

    aku tertarik sama the stolen generationnya aborigin tuh
    kasihan banget memang ya
    pribuminya tersisih sama kulit putih. mengenaskan

    jadi inget film australianya nicole kidman

    BalasHapus
  4. elo ga sendirian cip, dijakarta juga banyak orang urban atau bahakan orang jakarta sendiri yang belum pernaha ke museum fatahilah atau ke monumen nasional, padahal sering bgt ngelewatnnya
    eh janagn2 elo jg blm pernag ke monumen nasional? atau jgn2 ga tau itu dimana? heheheheh
    anw elo yakin kotoran itu cuma replika doang? siapa tau itu beneran loh, emangnya ga bau?
    hehehehe
    ayo dukung musem kita dengan ikut gerakan ayo ke museum, dengan banyaknya orang ke museum niscaya museum jad lebih terawat dan terperhatikan oleh pemerintah

    BalasHapus
  5. Wah, kalo museumnya bentuknya kayak gitu banyak yang bakalan suka. Kalo boleh tahu, Pu.. tu museum Melbourne dkelola swasta ato pemerintah?. Soalnya kan ada yang pake bayar-bayaran segala..

    kalo di negeri kita sih, gratisan aja jarang yang dateng apalagi pake bayar-bayaran.

    Sebenernya kalo dikelola dengan taste modern, museum tuh bisa mbetahin juga loh buat dikunjungin dan buat belajar.. contohnya kek di Museum BI Jakarta sama House of Sampoerna (Swasta) di Surabaya..

    BalasHapus
  6. Jangtuuu, itu di Melbourne masuk museum bayar *mengingat percakapan dalam Rush saat melintas di depan Museum Nasional*

    Cipu, puas-puasin deh keluar masuk museum, festival, galeri seni, toko buku, pasar tradisional selama di Melb.

    BalasHapus
  7. Cipuuuuuuuuuu... kalau museumnya sekeren ntuh mau dong!!! #lebay

    Kapan ya di Indonesia museumnya bisa seinteraktif ini (thinking)

    BalasHapus
  8. museum indonesia ga banyak yang menarik menurut saya. beberapa museum yang saya kunjungi malah cenderung membuat bosan. padahal sejarah yang ditawarkan cukup menarik, tapi penyajiannya yang kurang ngebuat orang jadi males ke museum.
    anyway, kecoak gede kok bangga sih lu? ghahaha. :D

    BalasHapus
  9. eh kalau ke museum nasional, terakhir ke sana sudah sangat menyenangkan lho! terakhir itu tahun ini pokoknya.

    trus yg science2 gini emang luar negeri jagonya. tapi kalau mau lihat yang di Indonesia, tidak kalah menariknya ^^ agustus kemarin ke museum iptek di TMII, butuh 2 jam lebih baru keluar dari situ. Itupun ditarik-tarik ama rombongan lain. Hehehe.. Keasyikan coba2 ini itu, banyak tombol juga :D

    btw postingan yg semalam dirimu komen, heuheehehe kepencet tombol publish padahal postingan belum selesai :D
    kali ini udah tuntas

    BalasHapus
  10. yah, ikut bertanya seperti teman2 yang di atas..
    kapan ya ada musium sekeren ini di Indonesia..???

    sebenarnya biarpun sederhana asal terawat dan bisa dikelola dengan baik tak jadi masalah..tapi sayangnya yang ada malah sebaliknyam, udah sederhana, terkucil, tak terawat pulak..sapa yang tertarik masuk coba..?

    BalasHapus
  11. Yeaay! Berarti bener ya Cip tebakan saya, foto yg di blog header ini hasil karya suku Aborogin :D

    Wahh, bersyukur bgt ya krn kecoak Indonesia lebih kecil drpd kecoak Australia, haha! Ga kebayang deh kalo kecoak di sini gede2! :'(

    Daaann.. yg paling menarik perhatian saya adalaaahh.. replika kotoran manusia, hahaha, juara!!! :))

    BalasHapus
  12. Museum Bank Indonesia juga udah canggih ko tampilannya. Memadukan media audio visual yang membuat betah berlama-lama belajar sejarah perbankan Indonesia. Dan, ehm (ini yg penting), gratiiiisss :)

    Tapi mampir ke museum selalu masuk dalam agenda wajib gue kalo mampir ke negara orang. Cara paling gampang untuk kenal budaya sebuah negara ya memang lewat museumnya kan.

    @ exort: gue belom pernah naek ke dalem menara nasional, padahal saban hari ngelewatin monas kalo berangkat ke kantor.

    BalasHapus
  13. keknya memang kecenderungan kita begitu ya, malas ke tempat bersejarah di kota tempat tinggal kerna mikir masih banyak waktu, toh tinggal disini juga, nda perlu buru2 :D
    itu juga yg sy rasakan. dah 2 tahun di surabaya, blom berminat jalan2 ke tugu pahlawan, gedung sampoerna, monumen kapal selam, dan banyak lagi deh.. padahal kan Surabaya banyak tempat bersejarahnya kan ya, kota pahlawan ini.. *tepok-jidat*

    dan pernah nonton acara di tivi, katanya skarang orang2 yg ke Monas itu rata2 abege yg mo pacaran, atau orang luar jakarta (kasarnya : orang kampung, *ups) yg baru ke kota, dan taunya cuman monas :D

    apa perlu kita nyontek arsitektur dan kemasan museum luar negeri juga supaya orang2 Indonesia bisa lebih tertarik ke museum? *thinking*

    BalasHapus
  14. nabung dulu ahh...pengennya sih ke belanda ato afrika sono *cita2 dari dulu

    BalasHapus
  15. terakhir ke Museum Nasional, masih jauh dari kata sempurna. Arca2 masih "bergeletakan" tanpa keterangan yang jelas selain nama. misalnya cuma ada keterangan "Arca Ganesha" di bawah arca dengan kepala gajah. Gak ada tuh keterangan ttg waktu pembuatan, ditemukan dimana, apalagi cerita ttg siapa itu Ganesha.

    Di gedung yang baru memang agak lebih baik dari yg lama meskipun masih banyak yg harus disempurnakan. Kita sekali lagi hanya disuguhi benda2 dengan keterangan yg seadanya.

    tarif masuk muesum sih memang murah. mudah2an bukan karena itu ya fasilitasnya juga jadi seadanya. Malu rasanya mau promosi museum kita ke wisatawan2 asing

    BalasHapus
  16. Cipu giliran di melbourne aja pergi ke museum.. klo disini males ke museum -_-"

    di bandung kan jg ada museum geologi yang majang tulang dinosaurus.

    BalasHapus
  17. ckckckck........segitu happeningnya ya kalo lagi diluar negeri. Tapi masih favorit indonesia donk yaah???!!

    BalasHapus
  18. gak sabar
    sekaligus takut

    lihat pembuktian dari ancamannya Cipu,,,


    siap siap tissue dulu deh
    kalo ngiler, langsung usap.
    heheheheheee

    BalasHapus
  19. Jangduuuuuu....itu kan akhirnya gratis kata Cipu.

    setuju sama Mila, Museum Geologi Bandung keren lho. Sudah pernah kesana?

    trus, museum nasional yg gedung baru juga lumayan ok kok :d.

    -Jangtu-

    BalasHapus