Welcome to Bangkok Coret

Beberapa tahun lalu, saya sempat heran dengan Taryn (teman saya dari Mexico) yang ngotot banget ke Sidrap (tanah tumpah darah saya, alias kampung saya). Alih-alih ke Toraja, Taryn memilih untuk ke Sidrap yang sama sekali bukan destinasi wisata di Sulawesi Selatan. Alasannya sederhana, "I have been to Bali and Lombok, Indonesia's main tourist destinations. Now I want to experience the non-tourist area in Indonesia. Your hometown will be a good choice". Alasan yang jarang saya dengar dari teman-teman saya yang hobi jalan-jalan. 

Menghabiskan waktu 4 malam di kampung saya, Taryn beroleh banyak penggemar. Tetangga-tetangga saya tak henti-hentinya mampir ke rumah dan memuji betapa cantiknya Taryn dengan hidung mancungnya. Selain itu, wajah Taryn yang nampak Latin campur Hindustan serta senyum nya yang tulus (terkadang jengah karena dipandangi) membuat tetangga-tetangga saya jatuh cinta pada Taryn. Tidak usahlah saya ceritakan berapa banyak ibu-ibu hamil yang main ke rumah dan meminta kandungannya diusap-usap oleh Taryn sembari berharap agar anak mereka kelak mewarisi fitur fisik termasuk hidup mancung yang dimiliki oleh Taryn.  

Di penghujung kunjungannya, Taryn merasa sangat puas karena impiannya untuk mengetahui rasanya berwisata di daerah yang bukan tujuan wisata, akhirnya tercapai. Menurut Taryn, keramahan yang dia terima dari penduduk kampung saya sangat terasa tulus, berbeda dengan keramahan-keramahan yang ia terima di daerah daerah wisata yang biasa dia kunjungi, "Cipu, If I have a low self-esteem one day, I will definitely come to your hometown again. They kept telling me that I am pretty, it will help me boosting my confidence", kata Taryn sambil tertawa.


*********************

Tak pernah terlintas di benak saya bahwa misi "mengunjungi daerah non-turis" seperti yang dilakukan Taryn akan terjadi pada saya. Berawal dari permintaan mitra kerja kami di Bangkok untuk mempresentasikan proyek yang sedang kami lakukan di sebuah event yang dilaksanakan di Bangkok. Saya yang memang pengen ke Bangkok langsung senang saat menerima undangan ini. Saya langsung membayangkan daerah Siam, Sukhumvit, bertemu denga teman-teman saya yang berdomisili di Bangkok. Sudah tidak sabar untuk segera menginjakkan kaki ke beberapa landmark kota Bangkok. 

Kesenangan saya perlahan memudar setiba di Suvarnabhumi Airport. Saat masuk ke taksi, saya langsung menyebutkan destinasi ke Bapak Supir "Pai AIT, Pathum Tani" (Saya mau ke AIT, daerah Pathum Tani). Bapak Supir yang sadar bahwa makharijul huruf bahasa Thailand saya sangat jauh dari kesan sempurna membalas dalam bahasa Inggris "AIT, OK sir, it is really really far". Saya cuma diam dan membiarkan dia mulai menyetir menuju ke daerah Pathum Tani. Toh ini tetap di Bangkok kan? 

Setelah sejam belum sampai sampai juga, saya mulai menyalakan GPS di hape dan mulai melacak jalur yang ditempuh pak Supir. Jalurnya sudah benar dan memang nampaknya bandara ke Pathum Tani cukup jauh. Saya mulai mengarahkan pak Supir dengan tiga kata komando dasar: Sai (kiri), Khwa (Kanan) dan Trong Pai (lurus) berdasarkan GPS di hape saya. Tiba di sebuah jalan bercabang, saya berteriak Sai Sai Sai (kiri kiri kiri), tapi pak Supirnya ngotot Trong Pai sir (Lurus Mas). Waddohhhh jadilah saya tiba di Pathum Tani, dekat dengan AIT, tapi posisi penginapan saya entah dimana. Saya keluar dari taksi dengan bersungut sungut setelah membayar sekitar 630 Baht plus tol 60 Baht (total 690 Baht atau sekitar 250 ribu Rupiah). Dengan menggeret koper, saya bertanya ke beberapa orang yang lewat sambil menunjukkan alamat penginapan saya. Saya berusaha bertanya dengan Bahasa Inggris sesederhana mungkin ke orang-orang yang saya temui, namun saya benar-benar apes karena tak kunjung memperoleh jawaban. Alih alih memberi jawaban, orang orang yang saya temui banyakan menjauh sambil berkata "no speak English"."Iye gue tau, me no speak Thai too", batin saya. 
J Park Residence in Pathum Tani, Apartemen Mahasiswa dengan sewa kamar 1000 baht per malam

Laskar Ojek penyelamat nyawa saya di negeri orang

Setengah putus asa, saya melewati pos Ojek dan iseng menyodorkan alamat penginapan saya. Si abang ojek mengangguk angguk sambil mengacungkan tiga jari "Sam Sip...." maksudnya 30 Baht. Saya langsung setuju. Dan ternyata penginapan saya adalah apartemen mahasiswa yang berjarak 1 km dari AIT. Saya makin yakin dengan semboyan yang saya pegang teguh di Jakarta: Miracle We Do, In Ojek We Trust.

Ternyata kesulitan utama yang saya hadapi di daerah Pathum Tani adalah komunikasi. Sungguh sangat sulit menemukan partner berkomunikasi yang nyambung. Ada banyak insiden miskomunikasi yang saya alami selama empat hari di Pathum Tani, Bangkok geser sedikit. 

Miskomunikasi dengan Gadis Laundry

Malam pertama di Apartemen Pathum Tani, saya membutuhkan jasa setrikaan baju. Saya mencoba berkeliling apartemen, siapa tahu ada jasa laundry. Perkiraan saya tepat, di lantai bawah ternyata ada jasa laundry. Saya segera membawa pakaian saya yang akan diseterika ke laundry tadi. 

"Excuse me, could you iron my clothes?", sambil menyorongkan beberapa helai pakaian ke si Mbak Penunggu Laundry (MPL).

Si MPL memandangi saya dengan mulut tercekat seolah mau mengatakan sesuatu, tapi tak kunjung keluar.

"I have three clothes", kata saya sambil memperagakan gerakan menyeterika. Berharap si mbak mengerti bahwa saya mau menggunakan jasanya untuk menyeterika baju saya.
 
Si MPL menjawab saya dalam bahasa Thailand yang membuat saya makin bingung.  Dia beberapa kali menggerakkan tangannya seolah mengatakan tidak.

Saya mencoba menunjukkan angka tiga dengan jari saya, artinya tiga helai pakaian dan mencoba menggerakkan tangan saya maju mundur sambil mengepal, yang berarti menyeterika.

Si MPL masih terus mengoceh dalam bahasa Thailand sambil menggelengkan kepalanya. Saya kian bingung, Mbak MPL pun nampak makin tegang melihat saya yang terus mengulang permintaan menyeterika yang dilakukan dengan peragaan.  

Untungnya si mas resepsionis apartemen lewat dan saya langsung menarik dia masuk ke ruang laundry. Ternyata maksud Mbak MPL adalah dia sudah tidak bisa menerima order lagi karena sudah hampir jam 8 malam, jam tutup laundry nya. 
Hasil pressing si Mbak Penunggu Laundry, ada tulisan Thailand nya yang artinya kira-kira: Mas Cakep deh 

Berkat negosiasi si mas resepsionis, si MPL akhirnya mau mengerjakan setrikaan saya. Si Mas Resepsionis meninggalkan kami setelah si MPL akhirnya mau menyeterika baju saya. Setelah beberapa jenak, baju saya sudah terlipat rapi dan terbungkus plastik. "Ki Baht" (Berapa) tanya saya ke MPL sepeninggal si mas Resepsionis. Si MPL menyodorkan kalkulator dengan angka "45" tertera di layarnya. Saya sodorkan uang 60 Baht dan meminta dia untuk tak usah mengembalikan sisanya. Dengan gerakan tangan ala menghalau ayam, ternyata si MPL mengerti maksud saya. Urusan duit aja cepat lu, Mbak.  

Saat akan meninggalkan tempat laundry itu, si Mbak MPL akhirnya mengeluarkan kalimat yang akhirnya saya bisa mengerti "Thank You Sir". Saya membatin, tuh kaaannn, bisa Inggris. Emang "thank you" tuh bahasa universal ya.

Ini mau nyetrika aja ribetnya kayak gini yah. Coba kalau mau laundry, pasti akan jauh lebih ribet bahasa isyaratnya. Saya kudu goyang cuci jemur ala Dahsyat dulu kali, biar si Mbak mengerti.

Miskomunikasi dengan Mr. I don't think so 

Sebagai orang baru di Pathum Tani, saya tentunya harus mencari tempat makan. Mencoba mencari di google juga tak banyak membantu. Dengan bus sebagai satu satunya moda transportasi publik di area ini, saya sedikit kesulitan untuk bisa kemana-mana di Pathum Tani. Jadi saya memutuskan untuk mencari makanan di sekitar apartemen. Ternyata apartemen saya hanya satu dari sekian apartemen mahasiswa yang ada di wilayah ini. Karena tak kunjung menemukan tempat makan atau warung, saya akhirnya mampir di sebuah apartemen yang saya lewati. Saya mencoba bertanya ke resepsionisnya sepelan mungkin dengan pelafalan Bahasa Inggris sefasih mungkin: 

"Excuse me, Do you know any restaurant around here?" 

Si mas resepsionis memandangi saya dengan tercengang sejenak, dan menjawab dengan suara pelan "I don't think so, Sir"

Saya yang bingung langsung menimpali, "So you don't think you know any restaurant around here or you try to say that there is no restaurant around here". 

Pertanyaan saya yang makin panjang membuat si mas resepsionis makin tercekat. Dengan wajah kebingungan dia mengulangi lagi "I don't think so, Sir"

"So you don't know?", tanya saya lagi.

"I don't think so, Sir", kata si mas nya lagi dengan wajah yang makin pucat pasi.

"So no restaurant around here?", saya mencoba bertanya lagi.

"I don't think so, Sir", kali ini nadanya makin tidak yakin. Saya berlalu dan tak lupa mengucapkan terima kasih ke Mister .... I don't think so.

Salah satu resto di sekitaran J Park Residence

Selang 10 menit kemudian, saya sudah duduk menikmati KFC dengan sambel khas Thailand yang lokasinya 300 meter dari apartemen Mr. I don't think so

Miskomunikasi dengan Resepsionis Apartemen

Sehari sebelum saya check out, saya mencoba mengonfirmasi check out saya ke pihak apartemen. Mengingat kantor administrasi apartemen ini baru buka jam 9 pagi dan saya harus check out sebelum jam 9, maka saya bermaksud menanyakan detail check out, ke siapa nantinya kunci kamar saya serahkan. Saya bertemu dengan mas resepsionis apartemen, yang berbeda dengan mas resepsionis sebelumnya yang membantu saya negosiasi laundry

"So, if your office is open at 9 am tomorrow, and I want to check out before 9 am, who should I hand my room key to?", tanya saya dengan kecepatan rendah, suara lantang dan kejelasan pengucapan yang mendekati sempurna. 
Use the swimming pool for free

Mas Resepsionis yang mendengar pertanyaan saya nampak menganggung-angguk takzim mendengar pertanyaan saya. Dengan senyum ramah khas Pemuda Thailand dan dengan suara lantang dan penuh keyakinan, si mas Resepsionis menjawab: "Yes Sir, you can use the swimming pool and the gym room for free. You can use your room card to access the swimming pool and the gym room. Any more question Sir

Mendengar jawaban si Mas, saya cuma bisa melongo. Saya sudah tidak bisa berkata-kata lagi, ini lah jawaban nggak nyambung yang tidak pernah saya sangka-sangka. Daripada makin pusing saya meninggalkan ruangan itu dengan senyum terpaksa sambil berkata: Khop Khun Khrap........
Asian Institute of Technology (AIT), Pathum Tani

Ternyata mengunjungi Bangkok tak selamanya sesuai harapan. Miskomunikasi bisa saja terjadi dan mungkin bisa bikin jengkel. Saya menganggap apa yang saya alami justru lucu dan mungkin pernah menimpa teman-teman yang juga travel ke daerah-daerah non-English speaking countries. Miskomunimasi malah mungkin bisa lebih sering terjadi saat mengunjungi daerah-daerah yang turisnya tidak banyak. Namun, terlepas dari soal miskomunikasi tadi. Saya tetap mendapatkan keramahan khas penduduk setempat. Si Mbak Penunggu Laundry yang rela sedikit lembur demi tiga helai baju saya, si Mr. I Don't Think So yang berusaha memberikan jawaban semampu dia, dan Mas Resepsionis Apartemen yang berusaha memberi info bahwa kolam renang dan ruang gym bebas untuk penghuni. 

Ada yang punya cerita lain?
45 komentar
  1. gw ngakak bgt baca Mr. I don't think so. hahahaha.. lucu bgt..

    pas di jepang kemarin, gw tuh pernah jg miskom. gw nanya makanan ini ada babi apa ngga?

    "is it pork?"
    dijawab, "no, this pig'e." dengan akses jepang.

    "Pork or pig?"
    dijawab, "Pig, no pork."
    gw tanya lagi, "buta?"
    mereka angguk angguk, "yes, buta!"
    hihihi

    BalasHapus
  2. hehe... pengalaman yang mengesalkan dan menyusahkan kalau sudah terlewati kadang malah jadi sesuatu yang lucu dan menyenangkan untuk diingat kemblai. salam kenal

    BalasHapus
  3. tapi tetep aja ga ada bilang lo cakep kayak taryn dibilang cakep wee :p

    BalasHapus
  4. Di sinilah seninya traveling ke tempat non turis. Tapi di tempat turistik juga kejadian kayak gini bisa terjadi. Contohnya waktu gw nyampe Krabi kemaleman. Susah banget minta tolong orang buat nyariin alternatif transportasi ke penginapan :)

    BalasHapus
  5. Mungkin ini susahnya negara yang nggak pernah dijajah. Mereka jadi nggak ngerti betapa pentingnya belajar bahasa selain bahasa negeri mereka sendiri :D

    Tapi Mr I-don't-think-so dan manajer apartemenmu betul-betul bikin saya ketawa terbahak-bahak!

    BalasHapus
  6. masyarakat daerah emang ramah2.. waktu ke jeneponto juga, jadi punya banyak sodara baru disana..

    BalasHapus
  7. emang kadang perlu banyak belajar bahasa laen , minimal bahasa untuk aktivitas sehari-hari, supaya gak terjadi miskomunikasi, nice info gan, salam kenal

    BalasHapus
  8. Salam kenal dari Adelays,
    Sekalian memberikan informasi kalau berminat ikut lomba ngeblog berhadiah Rp. 12.500.000, saya share disini :
    http://adelays.com/2014/05/02/lomba-nge-blog-berhadiah/

    BalasHapus
  9. Ngakak baca postingan elu ini Cipu.... Dari semua negara yang gw datamgi, Thailand adalahs alah satu yang paling menantang dalam komunikasi. Bukan apa2x....tiap gw bilang 'no thai please' atau 'i don't speak thai' yang ada mereka bengong.... entah bengong nggak ngerti apa yang gw omongin ato bengong nggak percaya kalo gw bukan pribumi... Di pesawat Thai Air aja biasanya staff kabin ngomong thai terus capek menyangkal ke-non thai-an gw...

    Karena hubby bisa ngomong spanish, french, portuguese, lumayan lah pilihan negara yang bisa kita datangi tanpa kendala komunikasi. Gw tinggal nyodorin dia jadi penterjemah :D

    BalasHapus
  10. Hahahaha....Lucu juga ya kalau berkunjung ke Negara yang mayoritas penduduknya nggak ngerti Bahasa Inggris sedikit pun. Pasti bahasa tubuh solusinya. Jadi bayangin Mas Cipu kalau jelasin pakai bahasa tubuh pasti kayak goyang itik atau goyang patah-patah. Hahahahaha....*peace mas bro

    BalasHapus

  11. thanks sob untuk postingannya...
    article yang menarik,saya tunggu article berikutnya yach.hehe..
    maju terus dan sukses selalu...
    salam kenal yach...

    BalasHapus
  12. They are so very proud of their country and language so they think they should not learn English. Even a simple English. Hahahahaa...

    BalasHapus
  13. Cerita2 miskom yg lucu, thanks for sharing!
    Btw, ojeg emang a lifesaver ya! Baru tahu nih di Thailand ada ojeg juga.

    BalasHapus
  14. Hihihi ... I don't think so :)

    BalasHapus
  15. sudah masuk wishlist pengen ke Bangkok, semoga bisa tercapai :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin mbak, saya doakan dengan sngat kencang

      Hapus
  16. Hahaha .. lucu sekali ya kalau kita terlibat pembicaraan dengan bahasa berbeda yang ngga kita kuasai dengan baik.
    Tapi kekacauan begitu bakalan jadi kenangan yang sangat berkesan seperti kisah-kisah mas Cipu disini šŸ˜†.

    Ngomong-ngomong, aku penasaran sama wajah si Taryn.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mas, kalau jalan jalan ke daerah non English speaking memang ada seninya tersendiri, kendala bahasa biasanya menghadirkan kisah kisah uniknya tersendiri

      Hapus
    2. šŸ˜ Iya, mas. Jadi pengalaman mengesankan dan sulit dilupakan.

      Hapus
    3. Setuju mas Himawan, pas ngalamin kesel, tapi pas dikenang malah senyum senyum sendiri

      Hapus
  17. Sini saya setrikain mas Cipu.. ga sampe 60 bath deh sama saya mah.. hahaha..

    Hadeuh, jujur saya kurang suka Bangkok. Suasananya terlalu mirip sama Jakarta, riweuh bin rudet.. wakakakakaka...Enakan di Phuket (bandingannya emang ga apple to apple sih..) hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah belum pernah ke Phuket mas jadi belum bisa bandingin. Saya enjoy aja di Bangkok, mungkin karena punya beberapa teman asli sana jadi memang kayak bertamu ke tempat teman hahaha. Lebih banyak nongkrongnya daripada wisatanya

      Hapus
  18. Eh postingan lama ya ini mas cipu, dikasi featured post, hihi
    Jadi ikut kemakan greget deh gw sama mister i dont think so, mungkin sqking putus asanya dia mau ngejawab apa mas >____<

    Orang mah emang biasanya cepet urusan duit, termasuk aku juga sih kadang kadang #nah loh nah loh wakakka


    Jadi penasaran dengan tanah tumpah darah mas cipu yang ga banyak orang tahu, tapi keknya malah menarik nih
    Kalau kotanya masih belum terjamah banyak oleh turis hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Gusti ini postingan lama. Aku juga kadang senyum sendiri kalau ingat percakapan dengan Mr I dont think so.

      Kalau kampung halaman saya pernah saya tulis di sini: http://www.cipusuaib.id/2014/07/bidan-tsanawiyah-aka-tanta-aji.html

      Hapus
  19. Bang, aku kok ngakak ya bacanya. Kebayang sebelnya butuh bantuan dari orang, tapi yang diajak ngomong nggak mudeng. Berasa asing banget, tapi juga butuh hidup. Tapi kok aku malah ngakak ya bayanginnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak the beauty of traveling to non English speaking country. Mungkin wisatawan yang datang ke Indonesia pun begitu juga kali ya, saat berkunjung ke daerah yang bukan daerah tujuan wisata

      Hapus
  20. Brother Cipu! I wanna go swim on that pool! I love this place that you shared. Bangkok is one of my most favorite city in the world, I think it's my 2nd favorite city ever I have been after Amsterdam. Thai people are kind and always smiling and whenever they here me speak, they will know where I am from and they will shout "Manny Pacquiao!!!" hahaha have a great weekend my friend Cipu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Well I probably will call you Manny Pacquiao once we have a chance to meetup, or Jericho ROzales LOL

      Hapus
  21. Giliran soal duit kembalian langsung paham ya, hahaha. Uang ternyata memang bahasa yang paling universal :))

    Mungkin kejadian semacam ini bisa juga dialami turis-turis asing yang main ke pelosok daerah Indonesia ya. Mungkin belum ada data resmi soal sebaran penduduk negara kita yang bilingual, tapi sepertinya jumlahnya akan semakin kecil di daerah-daerah pelosok yang bukan tujuan wisata.

    Bingung juga sih kalau sampai kejadian seperti ini. Bingung campur frustasi ya lebih tepatnya hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada 2 bahasa universal mas Ikhwan: Duit dan Bahasa Tubuh hahahaha. 2 bahasa ini cukup mudah diandalkan saat berkunjung ke daerah yang bahasanya tak kita tahu

      Hapus
  22. astagaaaaa ketawa baca ini, emang thailand ini susah susah orangnya, susah diajak ngomong inggris, ampun ampun aku hahaha
    kayaknya mindset gadis laundry adalah money money money, makanya "on" nya cepet hahaha
    aku waktu kesana pas nyari hotel dan susahhnyaa menerjemahkan bahasa yang aku maksud ke bahasa tubuh biar mereka mengerti, ampun hahaha
    selebihnya kalau butuh petunjuk nanya ke resepsionis hotel dulu yang udah jelas bisa bahasa inggris, kalau udah di jalan atau angkutan umum disana, ngandalin perasaan aja hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ainun, meski saya juga bahasa Inggrisnya biasa saja, tapi saat ke Thailand terasa banget bahwa saya harus effort lebih saat menggunakan bahasa Inggris, karena pronunciation kita berbeda dengan mereka, pengaruh bahasa Ibu yang menjadikan pelafalan kita beda. Tapi saya selalu senang sih kalau diajak ke Thailand

      Hapus
  23. Aku ngakak baca postingan ini šŸ¤£šŸ¤£ Pertama ngakak liat ibu2 hamil pada minta usap2 sama bule di kampung mas Cipu, lanjut ngakak in ojek we trust, trus yg Mr I dont think so, terkakhir si resepsionis udah ngomong meyakinkan tapi ga nyambuuungg šŸ¤£šŸ¤£šŸ¤£

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Thessa, aku pas ngalamin kesel, tapi pas nulis malah senyum senyum sendiri

      Hapus
  24. AHAHAHAHAHAHA aseli ngakaakkkk :v.
    I don't think sooo :v.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kalau direkonstruksi ulang ceritanya, jadi kadang bikin geli sendiri

      Hapus
  25. Wkwkwkwk ya ampuuun kocak sih miskom2 nya :D. Tp memang kota2 di Thailand, yg buka pusat turis pada susaaah bahsa Inggrisnya :p. Jangankan mereka , lah yg dibangkok aja walo bisa Inggris, tp aksennya bikin yg denger hrs konsentrasi penuh dulu utk ngerti dia ngomong apa wkwkwkwkw .

    Aku srg ngalamin ini di negara2 non Inggris bahasanya. Pas di Bulgaria , mana orangnya jutek semua itu muka :p. Mau nanya jalan, yg ada ngangguk ga jelas. Trus kita baru tahu kalo di Bulgaria, orang2nya menggeleng kalo tahu sesuatu, dan mengangguk kalo ga tahu hahahahahah. Capeeek deeeh :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kebayang kan mbak kalau ke daerah non turis, betapa berdaya upayanya kita untuk berkomunikasi.

      Eh orang Bulgaria mirip orang India dong ya mbak, kalau iya kepalanya geleng geleng

      Hapus
  26. Lucuuukkk banget mas, hahahahaa šŸ˜‚

    By the way saya mau juga donggg ke kampung mas Cipu, siapa tau rasa percaya diri saya bisa terbang ke angkasa *lu kata lu secantik Taryn apah?* haahahaha. Ya mana tau kan di sana banyak ibu-ibu bilang saya cantik juga šŸ¤£

    Eniho, saya juga beberapa biztrip masuk area Bangkok coret mas which is harga Grab-nya saja menyentuh 500 THB saking jauhnya hadehhhhh mejret setiap kali bayar šŸ˜‚ tapi justru stay di Bangkok coret membuat saya lebih happy terkadang karena suasananya yang beda padahal sama-sama masuk wilayah Bangkok kalau di peta šŸ™ˆ mungkin ini juga yang dirasakan para turis yang ke Jakarta tapi menginapnya di planet Bekasi, yah šŸ˜‚

    Dan saya sukses ketawa lebar saat resepsionisnya salah sambung justru jawab soal gym dan swimpool hahahahaha. Langsung membayangkan betapa pedenya dia memberikan penjalasan yang mana ternyata nggak match sama pertanyaannya. Well, PEDE utama, benar salah belakangan šŸ˜‚

    Ditunggu cerita berikutnya, mas šŸ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eno boleh kalau mau main main ke kampung saya, sekalian bisa berfoto dengan kebun angin alias pembngkit listrik tenaga bayu, hahahaha. Ini promo priwisata apa trip sekolahan yak

      Saya juga tercengang Eno, pas dikasih jawaban tentang cara mengakses kolam renang sama si mas Resepsionis, mau protes dia juga ga bakal ngerti, mau nanya ulang tapi nanti jawabannya makin ngaco, serba salah lah

      Hapus
  27. inilah the art of traveling.. aku belum pernah ngalamin.. tapi harus siap2 karena saat pandemi selesai, akan mulai mengunjungi tetangga2 dimulai dari Malaysia (ini mah oke lah ya) dan Thailand (nah ini yg siap2 haha)..

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weits mantap nih mas Bara, semoga perjalanannya lancar. Mungkin belajar sedikit bahasa Thailand untuk keperluan sehari hari bisa membantu

      Hapus
    2. males sbnrnya, tp kayanya harus haha..

      Hapus
  28. Hahaha... Saya ngekek banget baca ini, Bang Cipu. Bahasa universal kayaknya memang bukan bahasa Inggris deh, tapi bahasa Tarzan. :D

    Kalau tak lihat-lihat, Thailand sama Indonesia hampir sama sih soal penguasaan bahasa Inggris publiknya. Semakin ke luar daerah urban, semakin jarang pula populasi yang bisa bahasa Inggris. Keramahan dan ketulusannya juga sebelas-dua belas. :D

    BalasHapus
  29. Jangankan ke Thailand mas, saya pernah ke Padang ya pelosokkkk bangetttt. Saking pelosoknya gak ada sinyal. Suatu hari saya diajak ngomong sama nenek-nenek pake bahasa daerah. Saya gak ngerti. Saya ngomong pake bahasa Indonesia, eh si nenek gantian gak ngerti. Ampunnn... ingin rasanya minta bantuan ibu peri....

    BalasHapus