Bertandang ke Kota Kecil Berpagar Gunung Merapi

Postingan kali ini, saya akan bercerita tentang kunjungan singkat saya dan keluarga di sebuah kota kecil di bagian tengah Prancis. Nama kotanya Clermont Ferrand (dibacanya Klekhmong Fekhong, dengan huruf “kha” Arab di tenghah kata), sebuah kota yang berjarak 3,5 jam dengan kereta ke arah Selatan Paris. Kita mungkin tak banyak mendengar nama kota ini, memang bukan daerah tujuan wisata, sayapun baru dengar tentang kota ini saat istri mengajak ikut kesini berhubung dia ada kegiatan di kota ini.

Kota kecil ini berpenduduk hampir 150 ribu jiwa dengan populasi pria sekitar 70 ribu jiwa dan populasi wanita sekitar 80 ribu jiwa (lah malah jadi tukang sensus). Dikelilingi oleh deretan gunung Merapi, Clermont Ferrond juga dikenal dengan sebutan the Chaine des Puys, atau rantai gunung merapi.

Welcome to Clermont Ferrand

Kota kecil ini menyambut kami dengan ramah saat kami tiba di stasiun kereta, suasana summer memang mulai terasa sejak kedatangan kami di Clermont Ferrand yang ditandai dengan tanda basah di bagian ketiak baju, pertanda bahwa suhu kala itu tak mungkin dibawah 20 derajat. Tak terasa adanya keramaian yang berarti saat kami mulai menarik tiga buah koper keluar dari stasiun, hanya ada satu toko grosir kecil dengan logo carrefour serta deretan pub dan restoran yang sudah tutup sore itu. Beberapa warlok (warga lokal) nampak berjalan dan beberapa masuk ke Carrefour untuk keperluan grosir, tak lupa satu dua pengemis yang meminta receh 1 atau 2 Euro (otak langsung kalkulasi 1 Euro itu kan 17 ribu, alamaak).


Train station situesyen

Kami tiba di apartemen yang telah kami booking jauh jauh hari. Penampakan luarnya nampak kurang meyakinkan. Saat kami tiba, seorang tukang nampak baru selesai melakukan perbaikan di apartemen yang kami sewa. Kami yang tadinya baru mau menghubungi yang punya apartemen, akhirnya tertolong oleh bapak tukang yang langsung menelepon empunya apartemen bahwa tamunya sudah datang. Pak Tukang nampak berusaha membuka percakapan dengan kami, tapi apa daya Bahasa Prancis saya hanya spesial untuk bertanya pertanyaan-pertanyaan sederhana nan mudah, dan belum terlatih di bagian listening, terlebih karena Pak Tukang juga ngomong Prancisnya agak cepat plus perbendaharaan kata Bahasa Prancis saya yang super minim. Jadinya yang terjadi adalah saya hanya menjawab “oui” dan “oui” saja (yang berarti iya), meski gak ngerti sama sekali si Pak Tukang bilang apa.

 Setelah prosesi serah terima kunci yang tentunya kami tutup dengan ucapan terima kasih “Merci Beaucoup” dengan pelafalan Prancis sempurna, kami langsung menuju ke pintu apartemen yang berjarak Cuma 4 anak tangga dari pintu masuk hahaha. Kebayang kalau harus naik 2 lantai dengan 3 biji koper kami yang berat-berat. Tampilan dalam apartemenya  ternyata cukup ciamik. tak sesederhana tampilan luarnya. Memasuki apartemen, kami cukup senang dengan fasilitas dapur modern yang berada di sisi kiri pintu masuk, serta ruang keluarga beserta TV (yang semua channelnya berbahasa Prancis) beserta sofa dan meja makan. Adanya dapur merupakan sebuah nilai plus karena bisa mengurangi budget beli makanan jadi (dine in) di luar sana, yang sekali makan bisa sampe 15 an Euro (otak kiri auto kalkulasi, sekali makan bisa dua ratus ribuan per orang).   



Apartemen yang kami tempati memiliki dua kamar, dengan jendela besar di masing-masing kamar. Sehingga saat siang hari lampu gak perlu nyala. Satu kamar memiliki lemari built in yang sangat cocok untuk main petak umpet, dan langsung saya terapkan saat main petak umpet dengan anak. Kamar mandinya standar, namun memiliki mesin cuci Electrolux, sebuah nilai plus lagi karena bisa hemat, gak perlu cari laundy koin uhuyy. Ditambah lagi, ada setrikaan juga sama papan penggilesannya, eh salah, maksudnya sama papan setrikaannya (lah kok malah makin norak haha). Sungguh pilihan apartemen istri saya sangat tepat, anggaran makan dan anggaran laundry bisa langsung ditekan.

Kesan pertama kami akan apartemen ini adalah apartemennya sederhana namun memenuhi semua kebutuhan kami untuk berhemat. Menjelang pukul 6 siang menuju sore (saat itu Maghrib di Clermont Ferrand masuknya di pukul 21.40), tujuan pertama kami di Clermont Ferrand adalah tak lain dan tak bukan…… Carrefour, untuk membeli persediaan makanan selama kami tinggal di sana. Kami menyusuri jalan, melewati sekolah dan menikmati arsitektur rumah di Clermont Ferrand yang cukup unik. Anak kami yang memang sudah kami wanti-wanti bahwa perjalanan kali ini kita akan banyak jalan, nampak menikmati wisata jalan-jalan singkat kami sore itu. Sesekali si bocah menyapa “Bonjour” ke orang yang lewat dan senyum kepadanya. Pede nomer satu ya nak.

Little city charm 

Misiii numpang lewat

Mengelilingi rak-rak dan mengamati produk-produk yang dijual di toko negara lain juga adalah bentuk menikmati perjalanan, menurut pendapat saya lho ya. Makanya, kami tak langsung sat set ngumpulin semua bahan makanan yang kami minta. Saya dan istri berpencar sambil melihat-lihat produk yang kami inginkan serta melihat pajangan-pajangan produk yang ada disana. Satu hal yang saya perhatikan adalah produk-produk makanan di Prancis memiliki label gizi A hingga E. Agak susah juga menemukan makanan berlabel A atau B, yang banyak beredar malah makanan yang berlabel C, yang mungkin maksudnya nilai gizinya sedang-sedang saja. 


Penanda nilai gizi

Keranjang belanja pelan-pelan mulai terisi dengan ikan, sayuran, buah, jus, cemilan dan beberapa bumbu dapur. Kami menuju ke kasir yang kemudian memindai belanjaan kami satu-satu dengan teliti. Dengan pede sok Prancis, saya mencoba bertanya dalam Bahasa Prancis, "Combien?" (Harganya berapa Bang?). Si kasir langsung menjawab: sang song khat trong tong tong..... Saya yang tidak terlatih di listening langsung bereaksi "HAH?", si kasir kembali mengulang "sang song khat trong tong tong tong".... Karena kelabakan saya beralih ke Inggris aksen Cibubur saya "How much?", si kasir yang sudah ogah menjelaskan cuma menunjuk angka di layar, saya pas lihat ooohhh sekian puluh sekian sekian Euro. Pantas saya gak tahu, soale cuma bisa menghitung dalam Bahasa Prancis sampai angka 10
doang, tapi sok-sokan nanya harga dalam Bahasa Prancis. 

Kami kembali ke apartemen sekitar pukul 7 sore dan belum ada tanda-tanda petang akan segera datang, sementara perut mulai keroncongan. Sehabis menikmati makan malam home made, mata mulai ngantuk dan penampakan maghrib sepertinya masih beberapa jam. Menjelang pukul 9.30, petang mulai menyelimuti Clermont Ferrand, saya segera sholat Maghrib ditunaikan yang dijamak dengan sholat Isya, karena statusnya masih musafir dan biar bisa segera tidur tanpa menunggu waktu Isya yang jatuhnya di pukul 11.40 an. Saatnya tidur, biar besok bisa mulai menjangkau tempat-tempat lain di Clermont Ferrand.  

11 komentar
  1. Memang luar biasa Chairul Tanjung ya. Carrefour yang dia punya sampai bisa buka cabang di Perancis.

    Hahahaha.

    Tapi soal "how much" saya juga sering kena batunya di Bogota. Sok-sokan pakai "quenta" baru kalau dijawab, pusing sendiri mi hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iye HQ nya Carrefour Prancis sepertinya memang Carrefour yang di Makassar hahahaha.

      Kalau ngomong Prancis, saya spesialis bertanya tapi pasti langsung muka panik pas pertanyaanku dijawab sama orang Prancis

      Hapus
  2. Bahasa Perancis itu tulisan ama lafal / ucapannya beda jauh banget ya ...kalo saya yg ngomong lidahnya keserimpet deh hihi.

    Nah soal pengemis mayan juga ya kalo ngasih..di kita paling dua ribu perak dah diem wkwk

    Memang lebih hemat masak sendiri ketimbang beli atau makan di luar ya mas..btw ku kira itu tadi kasirnya ngomong bahasa Thailand..so khat trong..tong..tong šŸ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahah percayalah mbak, Bahasa Prancis meski tulisannya so khat trong tong tong, bacanya jauh lebih ribet dari orang Thailand hahah

      Hapus
  3. pemandangannya indah sekali, semoga ada rezeki kesana :')

    BalasHapus
  4. Memang lumayan harga makan di sana. Biasanya per orang antara 10-15EURO. Lebih jimat kalau masak sendiri.
    Saya langsung tidak dapat menangkap butir perkataannya, sepertiny mereka bercakap melalui hidung šŸ¤­

    BalasHapus
  5. yaampun aku bacanya mesem-mesem pas giliran ngomong sama orang lokal, kayak nanya harga :D
    aku kalau dijawab pake bahasa Prancis udah pasti dijamin roaming, kagak ngerti blas hahaha
    aku seneng belajar bahasa baru, tapi dulu waktu liat orang ngomong Perancis, kok kayak susah gitu, yadahlah aku lupakan buat belajar bahasa perancis

    baidewei kotanya terlihat tenang, sepi gitu ya mas Cipu, nggak se-hectic di Paris

    BalasHapus
  6. Bener bgt skrg setiap produk EU harus ada label nutrisinya, yg sedih beras termasuk A dong yg artinya kgk bergizi hahaaa

    BalasHapus
  7. mas masakan prancis itu cenderung pahit ya?
    pernah baca kalau makanan di prancis itu rasanya tidak cocok dengan lidah indonesia

    BalasHapus
  8. alamak 17 ribu untuk pengemis, dompetku serasa mau menangis :')

    BalasHapus

  9. Clermont-Ferrand tempat yang bagus. Dulu pernah belajar bahasa Prancis. Ferrand itu dibacanya tetap ada r nya tipis seperti ada angin di langit-langit tapi menurutku nggak terlalu mirip "kh" sih. Karena lidah tengah masih naik.Bukan bunyi tenggorkan. Memang kompleks pengucapan Prancis. Untuk harga itu mungkin "cinq cent quatre-vingt-un" alias 581? Nebak manggis saja sih.

    BalasHapus