Mulut Seribu Rote Nan Memukau

Saya meninggalkan kantor Pemerintah Daerah ini, di teriknya siang Bulan November, dengan hati senang. Pertemuan saya berjalan lancar. Selain itu, saya senang bisa memasuki bangunan megah nan unik di Kabupaten ini. Di hari pertama saya menjejakkan kaki di tempat ini, tampilan kantor pemerintah Kabupaten ini memang sudah berbeda sendiri. Arsitekturnya dibuat untuk menonjolkan kekhasan daerah ini. Yang menonjol adalah bagian atap gedung yang berbentuk ti'ilangga, topi khas daerah ini. Saat berkeliling di daerah Ba'a saya juga menemukan beberapa rumah yang memasang pagar berhiaskan replika sasando, alat musik khas daerah ini yang menjadi salah satu alat musik tradisional dari NTT.

Kantor pemerintah daerah Rote Ndao

Dikenal sebagai kabupaten yang terletak paling selatan di Indonesia, Kabupaten Rote Ndao paling dikenal dengan alat musik sasando nya yang pernah dijadikan gambar di salah satu pecahan mata uang kita. Pamor Rote pun mungkin belum sekemilau Labuan Bajo, Sumba serta tujuan tujuan eksotis lainnya di Timur Indonesia. Makanya, kunjungan singkat saya di tempat ini memang harus dimaksimalkan untuk melihat lebih banyak potensi wisata di Kabupaten Rote Ndao ini. 

Selepas pertemuan di kantor pemerintah daerah setempat, saya bersama mas Jay (teman tim saya) bergegas menuju ke hotel untuk berubah wujud dari tampilan kantoran (setelan batik + celana kain + sepatu pantofel) ke tampilan pelancong alakadarnya (oblong + celana pendek + sandal jepit). Dan mengingat bahwa kawasan yang akan kami kunjungi adalah kawasan pantai, saya tentu tak lupa mengenakan pakaian renang terlebih dahulu sebagai dalaman, serta memasukkan kacamata renang di kantong ransel. 

Hotel tempat kami menginap berlokasi di sekitar Pelabuhan Ba'a, tepat di tengah kota. Tak jauh dari hotel, deretan pertokoan memanjang selama sekian ratus meter yang membelakangi kawasan pantai. Yang menarik adalah di samping hotel berdiri mesjid dan gereja yang berdampingan, menandakan toleransi yang kuat antar umat beragama di tempat ini. Saat menyempatkan diri berjalan-jalan sore sehari sebelumnya, percakapan para pedagang di pinggir jalan terasa familiar di telinga saya, banyak diantara mereka yang bercakap dalam bahasa Ibu saya, Bahasa Bugis. Ramai pendatang yang telah menetap lama di Rote untuk berdagang, yang berasal dari berbagai daerah seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

Kawasan Ba'a di Rote Ndao 

Masjid dan Gereja yang berdampingan di Pusat Ba'a, Rote 

Setelah mengisi perut di sebuah kedai makan yang jaraknya tak jauh dari hotel. Saya dan Mas Jay bergegas menuju mobil untuk memulai perjalanan  menuju salah satu destinasi wisata di Rote Ndao yang banyak direferensikan penduduk lokal. Namanya destinasinya adalah Mulut Seribu, di desa Daiama, yang berlokasi hampir 50 km dari Ba'a, tempat kami menginap. Perjalanan ke Mulut Seribu tak begitu lama. Diperlukan sekitar 1,5 jam untuk tiba di lokasi Mulut Seribu. Di sepanjang perjalanan, mata kami sesekali dimanjakan dengan deretan pantai indah khas Indonesia Timur, pantai yang tak begitu terjamah namun indah dan serasa mengundang yang lewat untuk mampir dan nyebur, merasakan kesegaran vitamin sea . Akses jalan menuju Mulut Seribu pun terbilang cukup baik, jalan beraspal mulus telah dibangun untuk memudahkan akses para pelancong seperti kami untuk mencapai Mulut Seribu. 
1,5 jam kemudian, kami tiba dengan selamat dan setengah ngantuk di Mulut Seribu. Sudah sempat mata ini terpejam dalam perjalanan. Namun begitu tiba, kantuk mendadak hilang dan menyisakan satu keinginan...... yakni keinginan nyebur, setelah melihat pemandatangan di depan mata lengkap dengan air laut yang jernih dan begitu tenang. Suasana Mulut Seribu cukup lengang saat kami tiba, the perks of visiting on weekdays.   Di depan kami, terpampang sebuah dermaga yang dikelilingi oleh air laut berwarna hijau toska dengan deretan tebing karang yang ditumbuhi pepohonan. .   

First impression lasts, suguhan pemandangan saat pertama menginjakkan kaki di Mulut Seribu


Silahkan pilih mau naik yang mana

Kondisi Mulut Harimau yang lengang tentunya membuat kami menjadi perhatian saat tiba. Kami didekati beberapa penduduk lokal yang dengan sopan menawarkan jasa kapalnya untuk menyusuri jalur berkelok tebing karang di Mulut Seribu. Mungkin kalau sedang ramai-ramainya seperti saat long weekend, akan sulit bagi kami untuk bisa mendapatkan kapal yang bisa disewa. Selain itu, hargapun sudah pasti jadi lebih mahal seiring dengan ramainya pengunjung. Untungnya, saya dan mas Jay berkunjung saat hari kerja dan suasana sedang sepi, kamipun mendapatkan harga sewa kapal yang cukup murah untuk bisa menyusuri tempat ini. 

Tak lama berselang, saya, Mas Jay dan dua awak kapal sudah mulai meninggalkan dermaga yang mulai ramai didatangi anak-anak sekitar untuk bermain dan berenang di sekitar dermaga. Gelak tawa mereka masih terdengar namun sayup-sayup menghilang ditelan suara mesin genset dari kapal kecil yang kami tumpangi. Perjalanan menyusuri kawasan Mulut Seribu dimulai, saya bahkan tak sempat memikirkan terik matahari siang itu saat kapal mulai menyusuri jalur yang dipilih Bapak empunya kapal. Setelah beberapa menit menyusuri laut tenang di kawasan ini, saya mulai sadar kenapa tempat ini disebut Mulut Seribu. Ternyata, tebing-tebing karang yang berada di kiri dan kanan laut banyak yang memiliki cekungan ke dalam hingga menyerupai mulut gua. Dan sepanjang tebing, terdapat banyak sekali bentuk mulut gua yang bisa diamati. Mungkin inilah sebabnya tempatnya dinamakan Mulut Seribu, terdapat banyak cekungan tebing karang yang menjorok masuk yang menuyerupai mulut. Bahkan, di beberapa tempat, mulut gua tersebut sepertinya ditempati atau dijadikan tempat persinggahan oleh penduduk setempat. 
Sky, beach and sea

 

Can you spot a dugong?

Setelah lebih dari sejam menyusuri tempat ini, kami tiba di sebuah kawasan perairan dengan sedikit pasir putih di kawasan pantainya. Kapal menepi sejenak, yang diikuti dengan bunyi dentuman air sesaat setelah kapal mematikan mesin. Ada apakah gerangan? Oh itu saya pemirsa, bunyi dentuman itu adalah bunyi badan gempal saya yang terhempas dan mendarat di permukaan air dengan sempurna. Itu saya yang tak tahan lagi dan segera menyeburkan diri setelah melihat jernihnya air dan tenangnya suasana di sekelliling saya. Terik matahari dan keringat yang sempat membasahi punggung dan ketek berganti dengan kesegaran air laut Mulut Seribu. Saya memuaskan diri berenang dengan berbagai pose, mulai dari gaya paus berendam, berang berang telentang hingga dugong kelelep. Setelah sekitar 20 menit, keasyikan saya menirukan dugong di laut lepas harus diselesaikan, kapal sudah akan kembali ke dermaga. Meski belum merasa puas, saya tetap senang bisa sejenak berendam dan melepas penat. Musim pandemi seperti ini, sangat sulit untuk bisa melakukan perjalanan dan memanjakan diri meski sejenak. 
Silahkan klik jika ingin lihat video (dijamin videonya 97% pemandangan, 3% doang yang ada sayanya)

Menjelang sore, kami sudah tiba kembali di dermaga. Perjalanan pulang kami ke dermaga tak kalah menyenangkannya, jalur yang kami lewati untuk pulang sepertinya sedikit berbeda dengan jalur keberangkatan kami. Setiba di dermaga, Bapak yang punya kapal mengajak kami ke warungnya untuk rehat sejenak. Sudah tahukan santapan apa yang paling pas setelah berenang, yak seratus buat anda, tak lain dan tak bukan adalah Indomie Kuah pake cabe dan telur ditemani minuman sejuta umat, es teh manis. Sebuah kenikmatan yang hakiki. Setelah makan dan membayar semua urusan administrasi dengan si Bapak empunya kapal, kami bergegas balik ke Ba'a. 

Afternoon stroll in Ba'a

Sore itu, sore terakhir saya di Rote sebelum bertolak balik ke Jakarta. Saya kembali menyusuri jalan penuh pedagang di Ba'a sembari menikmati angin sepoi sore-sore di kabupaten paling selatan di Indonesia ini. 
   







5 komentar
  1. wiii nge blog lagi yuk yuk nge blog lagi

    BalasHapus
  2. Inilah salah satu asyiknya dinas hehehhe. selepas acara langsung bisa memanfaatkan waktu buat menikmati destinasi di sekitar.

    BalasHapus
  3. Akhirnya ngeblog lagi mas cipu šŸ˜.

    Langsung asyik banget destinasi nyaaa. Sering denger nama Rote island dulu pas zaman sekolah, di pelajaran sejarah dan geografi. Tapi blm pernah kesana akunya šŸ¤£.

    Unik juga nama destinasinya yaaa, mulut seribu. Walo aku sempet heran tadi, mas ada nulis di atas mulut harimau, di bawah foto perahu2 yang mau dipilih šŸ˜. Salah tulis kayaknya yaaa.

    BalasHapus
  4. mas Cipuuuu apa kabarr
    lama lho aku bolak balik kesini belum ada apdetan, nahhh kan banyak yang nyariin juga tuh

    Rote, okelahhh ini masuk wishlistku tapi entah kapan bisa kesana, semangat semangat nabung hahahha
    viewnya astagahhh ga nguati, cakepp

    BalasHapus
  5. Wuihh....mantap! Dari dulu pengen ke NTT deh tapi belum kesampaian.

    BalasHapus