Semilir Bayu di Warak Kayu

 Saat tahu bahwa keluarga kami akan ke Kota Semarang untuk sebuah urusan keluarga di akhir pekan, saya langsung mencoba mengecek tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi di Semarang. Saya memang sudah sangat lama tak menyambangi Semarang. Lawang Sewu, Klenteng Sam Po Kong, Kota Lama dan Masjid Agung adalah rekomendasi yang paling kerap muncul di berbagai situs sebagai rekomendasi tempat yang menarik untuk dikunjungi di Kota Semarang. Saya yang rencananya akan ke Semarang bersama istri dan anak, tentu tak boleh ambisius mengatur itinerary, karena melakukan perjalanan bersama anak juga harus memperhatikan kondisi dan mood anak.   

Hari pertama di Semarang saya habiskan bertemu sepupu dan mencari makan di salah satu rumah makan di kawasan Lempongsari, sisa hari itu dihabiskan dengan mengobrol yang entah mengapa berakhir di..... bioskop (woe kalau mau nonton bisa di Jakarta aja kali, ngapain jauh-jauh ke Semarang). Tapi begitulah itinerary saya, kadang tepat, tapi lebih sering meleset hahaha. 

must visit spot

Kami tentunya menyempatkan ke beberapa spot wajib seperti Lawang Sewu dan Kota Lama. Namun ada satu tempat yang sangat berkesan. Bermula dari keinginan kami mempelajari sejarah kota Semarang, kami bertolak ke Museum Kota Lama karena katanya ada tur sejarah di museum ini. Saat tiba, kami mencoba masuk ke dalam museum namun ternyata pintu museum hanya terbuka pada jam-jam tertentu. Selain itu, mengikuti tur sejaran di tempat ini harus reservasi, dan tidak bisa go show begitu saja. Registrasi dilakukan via aplikasi LUNPIA, dengan menentukan tanggal kedatangan serta jam tur yang diminati.  Terdapat beberapa sesi kunjungan dalam sehari dan setiap sesi maksimal hanya bisa diisi oleh 30 orang. Saya dan istri mencoba melakukan reservasi di hari itu, tapi sayangnya semua slot sudah penuh. Dengan demikian, kami gagal ikut tur sejarah, Pemirsa. Apakah kami kecewa? Tentu tidak. Kami masih penasaran dengan salah satu spot menarik di Kota Semarang. 

Museum Kota Lama, vini, vidi tapi tidak vici, alias gagal masuk

Dari Museum Kota Lama kami bertolak ke Taman Kasmaran. Saat tiba, kami mendapati sebuah rumah panggung dengan desain unik. Saya dan istri sudah menargetkan untuk mengunjungi tempat ini, yang memang jarang masuk sebagai destinasi wisata Kota Semarang (memang bukan tempat wisata sih). Rumah panggung yang kami kunjungi ini adalah microlibrary atau perpustakaan mikro. Microlibrary adalah perpustakaan dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan Perpustakaan Daerah atau Perpustakaan Pusat. Microlibrary mungkin lebih cocok digunakan sebagai perpustakaan tingkay kecamatan karena pemanfaatan ruang yang tak begitu besar, kapasitas yang terbatas serta fasilitas buku yang tak sebanyak di perpustakaan besar. Adalah Suryawinata Haizelman Architect Urbanism (SHAU) Indonesia yang menginisiasi konsep microlibrary di Indonesia, dengan mengedepankan peran arsitektur dalam meningkatkan literasi masyarakat. 

Microlibrary Warak Kayu

Nama microlibrary yang kami kunjungi di Taman Kasmaran Semarang adalah Warak Kayu. Dinamai warak kayu karena fasad bangunan ini membentuk wajik yang dianggap memiliki kesamaan dengan sisik hewan mitologi Semarang, yakni Warak. Microlibrary memang dirancang sebagai bangunan multifungsi, dan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur untuk menciptakan ruang yang membuat para pengunjungnya nyaman untuk berkegiatan (membaca, kerja tugas atau nulis blog hehe). Saat memasuki microlibrary Warak Kayu, kami disambut dengan tempat duduk berayun yang berfungsi sebagai ruang santai bagi anak-anak maupun orang dewasa. Semilir angin siang itu memberikan suasana sejuk di tengah panasnya Kota Semarang. 

Ruang terbuka di lantai bawah

Tangga/tempat nongkrong/tempat sepatu

Undakan tangga yang juga berfungsi sebagai tempat duduk dengan kolong yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan sepatu, menjadi jalan naik kami menuju ke lantai dua. Dan saat main ke lantai dua pastikan untuk membawa kaos kaki, karena hukumnya wajib untuk menggunakan kaos kaki di lantai dua ini. Namun jangan khawatir, jika tak membawa kaos kaki, pihak pengelola Warak Kayu menjajakan kaos kaki murah, cukup merogoh kocek Rp 11.000 dan kita bisa mengakses lantai dua ruangan yang dikelilingi oleh rak buku dengan berbagai genre. 



Suasana di lantai 2

Saat menapakkan kaki di lantai atas, suasana Warak Kayu cukup ramai dengan pengunjung muda mudi yang menikmati koleksi buku perpustakaan. Meski saat itu matahari cukup terik, suasana dalam Warak Kayu tetap sejuk berkat fasadnya yang terbuka sehingga akses udara bisa dirasakan dari berbagai penjuru. Anak saya pun langsung menuju ke tengah ruangan, dimana tempat tidur jaring terhampar kosong tanpa penumpang. Tak lupa, buku pilihan mamanya yang hanya ia nikmati gambarnya dan enggan ia baca hahaha. Saya tentu tak ingin kalah dengan istri yang sudah mulai asyik membaca, pilihan saya jatuh pada..... Donal Bebek. 



My reading, my adventure

Kami menghabiskan waktu sekitar sejam di Warak Kayu, dan memang terasa kerasan duduk di ruangan dengan ventilasi alam tanpa AC. Tujuan microlibrary untuk meningkatkan literasi melalui pendekatan arsitektur tercapai dengan baik di Warak Kayu. Ruang atas sebagai ruang literasi benar-benar sangat fungsional, tak lupa koleksi bukunya yang cukup lengkap. Ruang bawah yang tak begitu luas, sangat bisa difungsikan sebagai tempat kegiatan masyarakat skala mini, bisa dijadikan tempat diskusi, tempat demo masak atau mungkin arisan RT.    

Desain Warak Kayu yang memang unik dan fungsional telah mengantarkan bangunan ini sebagai salah satu dari 15 bangunan yang dinobatkan sebagai Building of the Year di tahun 2021 oleh Archdaily. Yang menarik dari microlibrary adalah setiap daerah akan memiliki konsep yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan diskusi dengan para pemangku kepentingan sekitar. Menarik kan? Sayangnya, kami tak bisa berlama-lama di Warak Kayu karena waktu makan siang telah lewat sejam kala itu, dan kami butuh asupan gizi untuk melanjutkan petualangan di Kota Semarang hari itu. 

Setelah kunjungan ke microlibrary Warak Kayu, saya jadi ingin menyambangi microlibrary yang ada di kota-kota lainnya. Ada yang sudah pernah mengunjungi microlibrary yang di Bandung, Cirebon atau di  tempat lain? Ditunggu komennya ya. 

28 komentar
  1. Salah satu tempat yg mau saya kunjungi salah satunya Semarang, tapi baru angan"aja....perpus nya unik gitu ya dari ukiran'kayu khas Jawa..konsepnya unik..bikin betah yang mau baca"..apa malahan ngantuk gegara angin semilir"hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa segera ke Semarang Mbak dan menjelajah tempat tempat menarik di Semarang.

      Hapus
  2. warak, aku baru denger
    Apalagi nama warak kayu malah baru denger juga hahaha, unik ini ternyata ada microlibrary ya, boleh deh disambangi kalau ke Semarang
    dalemannya adem gitu ya, mungkin karena strukturnya dari kayu ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Struktur kayu dan konsep fasadnya yang terbuka menjadikan tempat ini adem saat dikunjungi. Recommended untuk tempat membaca

      Hapus
  3. One thing that I miss so much about our region is our beautiful Malay Architecture! I mean of course I'm in the most architecturally aesthetic regions of the world but nothing feels like home that a breezy, well ventilated wood and palm houses! We don't have much anymore in the cities of PH but whenever we see them in the islands or in ancestral cities, we switch automatically to vacation and relax mode! I hope I can visit more of Indonesia Cipu! And always always a pleasure seeing your comments on my blog! I'm so happy with your message about my trip to Girona and will definitely share my quick trip to France that morning!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Each place has its own building character and I bet Spain offers a lot of eye catching architecture. It is always a blessed to be able to explore different regions with their distinctive characters. Just let me know when you are around

      Hapus
  4. Sungguh luar biasa
    saya kagum dengan ruang perpustakaan ini
    konsepnya apik dan menarik
    saya sebagai seorang pecinta buku, sangat mengapriasi.
    Semoga konsepnya bisa ditiru daerah lain
    Membudayakan gemar membaca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, gerakan Microlibrary memang punya target mau membangun perpustakaan 100 apa 1000 ya hingga tahun 2023. Semoga deket rumah Om ada ya

      Hapus
    2. Ditunggu artikel barunya nih, lama juga hiatusnya

      Hapus
  5. Mantap bin keren. Kapan ya, saya bisa ke sana.
    Bersantai ria di Warak Kayu.

    BalasHapus
  6. Saya paling suka sih sama bangunan yang dindingnya serba terbuka begitu. Suasana ke dalam jadi adem banget, bisa menikmati semilir angin sambil baca buku. Apalagi Donal bebek, alamaaaak itu buku favorit saya sejak bangku TK sampai sekarang!

    Meski begitu, agak rawan juga bangunan yang serba terbuka seperti ini.
    Eh tapi, siapa juga yang mau maling buku ya? Orang indo kan males baca, hahaha

    BalasHapus
  7. Tempatnya memang senyaman itu kok. Baik buat baca-baca atau mengerjakan sesuatu. Jaring-jaringnya memang kelihatan unik. Dinding kayu yang berlubang jadi ventilasi sehingga ga butuh pndingin ruangan. Angin akan menyejukkan micro library ini.

    Semarang panas mas..?
    Masih banyak yang bisa ditelusuri di semarang. Bahkan banyak hal yang bisa dikunjungi dan itu ga tercatat di buku wisata :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Next time ke Semarang saya minta ditemenin mas Vay saja ya hehe

      Hapus
  8. Jadi kangen masa-masa ketika merantau di semarang selama 2 tahun lalu, kangen segala suasana pas di sana, termasuk macet dan panasnya wkwkwk

    BalasHapus
  9. Duh Gusti, semarang ini minusnya itu satu, panas :'D mirolibrary nya menyenangkan sekaliiiii, estetik ya. aku baru tau si ada tempat seperti ini. nanti ke sana deh :D

    BalasHapus
  10. Salam perkenalan, pertama kali singgah membaca di blog ini. Saya dari Malaysia dan jumpa profilnya di blog Mreneyoo (bagaimana menyebutnya?) Menarik konsep pepustakaannya. Jika di Malaysia susah sekali ingin jumpa perpustaakaan seunik ini.

    BalasHapus
  11. Aku memang jarang ke perpustakaan, karena di rumah toh sebenernya ada. Tapi melihat Warak kayu ini, jadi pengeen banget. Library terunik sih. Ga terlalu gede, jadi ga bikin bingung juga pas di dalam. Bentuk bangunan juga ga biasa. Ngeliatnya langsung berasa nyaman. Kebayang aja duduk di jaring2 nya sambil baca buku mas šŸ˜šŸ‘. Betaah itu.

    Malah baru tau microlibrary ini ada di kota lain. Kalo di jakarta ada juga? Yg aku tau kan cuma 2 perpustakaan besar itu, dan beberapa taman baca yg buku2nya donasi dari orang2.

    BalasHapus
  12. sering banget lihat foto library ini di IG sebagai salah satu spot yang recommended buat dikunjungi~ konsepnya menarik dan desainnya bagus ya, Kak. seneng deh lihatnya karena ramai pengunjung. semoga bisa lebih banyak microlibrary seperti ini di setiap daerah šŸ„ŗ berharap sekaliii.

    BalasHapus
  13. Tau aja nih kakak spot-spot unik begini. Aku malah baru dengen istilah microlibrary. Taunya mah perpusakaan keliling yang pake mobil hehehe Pas ke Semarang aku malah belum ke Klenteng Sam Po Kong, Kota Lama dan Masjid Agung hahaha

    BalasHapus
  14. kue mochi sama lumpia, andalannya semarang dah hehe

    BalasHapus
  15. Ini yang saya cari, postingannya sangat membantu buat referensi Thanks ya

    BalasHapus
  16. pengen ke Taman Kasmaran, masukin wish list dulu :D

    BalasHapus
  17. Keren banget Warak Kayu ini ya Mas. Penataan ruangan dan penataan buku-bukunya benar-benar cakep. Sepertinya bakal betah berlama-lama numpang baca disana.

    Salam,

    BalasHapus
  18. Keren juga konsepnya. Perpustakaan tersentral kayaknya memang lebih susah diakses ketimbang perpustakaan mikro seperti ini, Bang. Sudahlah jauh, fasilitas-fasilitasnya juga formal. Masuk perpustakaan rasanya seperti masuk kantor. Haha.

    BalasHapus