Kamar kelas “backpacker melarat” berisi 14 tempat tidur itu
masih gelap saat saya terjaga. Saya menatap sekeliling, semuanya masih
terlelap. Sebuah keuntungan bagi saya, saya bisa segera menunaikan sholat subuh
tanpa perlu mendapat tatapan curiga atau tatapan ingin tahu dari orang seisi
kamar itu yang rata-rata berasal dari Eropa. Pulau Mana di Fiji pagi itu sedang
mendung tak terkira, nampaknya langit sudah sangat rindu pada bumi sehingga
tangisan kerinduannya akan segera dilampiaskan ke bumi. Saya sedikit khawatir
dengan kondisi cuaca pagi itu karena saya dan Lies (travel buddy saya) sudah
merencanakan akan snorkel di beberapa spot di sekitar pulau Mana dan ingin
berkunjung ke pulau sebelah, Pulau Monuriki, yang menjadi lokasi shooting film
Tom Hanks yang berjudul “Cast Away”. Kalau cuaca cerah siangnya, maka snorkel
yang akan kami lakukan adalah debut snorkel pertama saya di luar negeri
(hueeekk).
Jadwal menu trip di Ratu Kini resor |
Sekitar jam 7 pagi, restoran Ratu Kini (resor tempat kami
menginap) sudah mulai dipadati oleh penghuninya. Sarapan roti, omlet dan sereal
ala kadarnya sudah menjadi menu sarapan primadona tetap para bule kulit putih
yang sudah bosan dengan menu nasi di Fiji. Kekhawatiran saya menjadi kenyataan,
sebuah pengumuman dari Badan Metereologi setempat terpampang di salah satu
dinding restoran. Isinya adalah informasi akan adanya badai hari itu serta
cuaca yang buruk yang diperkirakan akan terjadi hingga beberapa hari kemudian. Badan
Metereologi tidak menyarankan pengunjung gugusan pulau Mamanuka (termasuk Pulau
Mana) untuk banyak melakukan aktivitas di laut. Saya tidak hanya gelisah
tentang rencana saya snorkel yang terancam batal, namun juga rencana saya
kembali ke Pulau Utama (Nadi) via boat. Apakah saya dan Lies bisa kembali ke
pulau utama besok dan mengejar pesawat kami besok lusa menuju Sydney. Saya dan
Lies cuma bisa harap-harap cemas. Yang jelas, hari itu kami dipastikan tidak
akan bisa kemana-mana. Sorot kekecewaan juga terpancar dari semua pengunjung
hari itu. Rencana-rencana indah mereka yang telah disusun jauh hari sebelumnya
menguap begitu saja dan harus menyerah pada cuaca.
Defeated by storm and bad weather |
Mana Island, still pretty amid the shy sun |
Pagi itu saya gunakan dengan nongkrong di restoran Ratu Kini
sambil membaca novel, memandang laut lepas dan sesekali ngobrol dengan
pengunjung lain. Cuaca benar-benar tak menentu, angin kencang sesekali
menghampiri pulau Mana disertai hujan deras. Pulau Mana memang indah, tanpa
kehadiran matahari pun, pulau ini masih mampu memberikan pemandangan yang
menawan. Novel menjadi pelampiasan saya. Dua novel yang tak kunjung saya
selesaikan berhasil khatam hari itu. Should
I thank the weather for finishing those novels? No, hopping on some islands and
snorkeling in some spots there are still more valuable for me than finishing the novels.
Edisi menanti hujan reda |
Kelar makan siang, saya dan Lies kembali ke kamar. Saya memilih untuk tidur siang,
berharap bisa mimpi indah di tengah rusak nya mood saya hari itu. Setiba di
kamar, kami tak mendapati siapapun kecuali seorang gadis asli Fiji yang sedang
merapikan tempat tidur. Saya dan Lies
memilih mengobrol dengan dia. Namanya Monica, seorang gadis asli Fiji yang
berasal dari Nadi dan bekerja sebagai staf kebersihan resor tempat kami
menginap. Awalnya dia malu-malu saat kami mengajak dia bercakap, nampak kalau
dia sedikit merasa canggung. Namun, lama-kelamaan Monica sudah mulai bisa
tersenyum dan sesekali tertawa menunjukkan deret giginya yang sempurna. Dari
ceritanya, saya tahu dia agak canggung karena memang dia jarang diajak ngobrol
oleh pengunjung lain. Monica bercerita kalau dia mendapat libur untuk menemui
keluarganya di Pulau Utama sehari dalam seminggu. Dia mengaku, kalau dia kerap
dihinggapi rasa bosan, apalagi saat malam tiba. Dia sering kangen dengan
keluarganya di Pulau Utama.
“So, did you go to school?” (Kamu pernah sekolah yah?) tanya
saya.
“Yes, I graduated from university” (Iya, saya sarjana) jawab
Monica
Saya tercenung sejenak, seorang sarjana yang bekerja sebagai
room service sebuah resor di sebuah pulau di Fiji. Entah mengapa, saya jatuh
iba pada Monica. Seakan bisa membaca pikiran saya, Monica melanjutkan:
“It is not easy to get the job that I want. I also have
family to support and this is so far I can do”. (Tidak mudah mendapatkan
pekerjaan sesuai keinginan saya. Saya juga harus menopang keluarga dan
pekerjaan inilah yang bisa saya lakukan saat ini).
Saya dan Lies manggut-manggut. Suasana hening sejenak. Kami
tenggelam dalam alam pikiran kami masing-masing.
“So Monica, do you have any dream?” (Monica, kamu punya
mimpi?) kali ini Lies yang mengajukan pertanyaan.
Raut wajah Monica yang tadinya sedih seketika berubah
berbinar.
“Yes off course. I want to travel around the world like you
and like other people who come here. I want to see the world outside Fiji”.
(Tentu saja saya punya mimpi, saya ingin travel keliling dunia seperti kalian
dan pengunjung-pengunjung lain di tempat ini. Saya ingin melihat dunia di luar
Fiji).
Saya tersenyum, saya merasakan semangatnya. Tidak hanya itu,
semangatnya menular ke saya dan Lies. Serpihan mood saya yang tadinya
berantakan seakan kembali disatukan setelah mendengar semangat seorang gadis
room service yang begitu kuat. Sebuah mimpi yang menunggu untuk diwujudkan.
Saya bahkan tidak memiliki mimpi grande
seperti itu, keputusan saya melakukan perjalanan lebih karena mengikuti promo
pesawat-pesawat murah, tak peduli destinasinya hahahah.
“My first destinations are Australia and New Zealand. I have
some people who are willing to provide me accommodation for free there” (Tujuan
pertama saya adalah Australia dan New Zealand, ada beberapa kerabat yang punya
akomodasi gratis untuk saya disana).
Saya tersenyum mendengar penjelasannya yang penuh semangat.
“So, when will you plan to do your first overseas travel?”
(jadi kapan kamu akan memulai perjalanan pertamamu ke luar negeri?).
“Depends on my saving.
I plan to go next year”. (tergantung tabungan saya, saya sih rencananya
tahun depan).
Saya dan Lies masih ingin melanjutkan percakapan dengan
Monica, namun kami tak mungkin menahannya lebih lama. She had works to do.
Percakapan itu kami akhiri dengan tukaran alamat facebook dan sesi foto
bersama. Saya tentunya tak ingin loosing contact dengan orang seperti Monica.
She has a spirit, as simple as that. Menurut saya, seorang room service resor
kelas melati di sebuah pulau kecil yang memiliki mimpi sebesar itu adalah
sebuah inspirasi, dan dia sedang berusaha mewujudkan mimpinya. She just made my
day.
She, who inspires me to travel more |
Hari berikutnya, adalah jadwal keberangkatan kami ke Pulau
Utama dengan menggunakan boat kecil. Monica mengantar saya dan Lies di pinggir
pantai. Dia memeluk kami dan berbisik “I will never forget you two, You are
very nice and humble people” (Saya tidak akan melupakan kalian, kalian orang
yang baik dan rendah hati). Matanya nampak berkaca-kaca saat mengucapkan
itu.
“Don't worry, we’ll keep in touch. We are friends in facebook, aren't we?”, (Jangan khawatir, kita
masih akan saling bertukar kabar. Kita berteman di facebook kan?) jawab saya sambil tersenyum yang dibalas dengan senyum manis yang tulus khas gadis Fiji.
Perlahan boat yang kami tumpangi meninggalkan pulau Mana,
menuju ke Viti Levu (pulau utama). Monica melambai dari kejauhan hingga kami
menghilang dari pandangannya. Cuaca yang kurang bersahabat melengkapi
perjalanan pulang kami hari itu. Naik boat serasa naik rollercoaster dan
beberapa penumpang muntah dalam perjalanan sebelum kami tiba dengan selamat dan
pucat di pinggir pantai pulau Viti Levu. It was a very bumpy ride.
This journey gave me a lesson, no matter how bad yor
situation is, spirit will keep you alive and make you strive. I thank Monica for this
lesson.
After rain comes a rainbow |
PS: Kabar terbaru dari Monica adalah dia baru saja
melangsungkan pernikahan dengan salah satu staf di resor Ratu Kini. Sebuah
cinta lokasi yang berujung ke pelaminan. Dia masih memegang mimpi itu, dan
berharap bisa mewujudkannya tak lama lagi.
Mimpi itu, yang nantinya akan menggerakkan Monica merambah dunia. We never know the power of dream :)
BalasHapusTerharu, hampir berkaca-kaca nih mata gue ngebaca “I will never forget you two, You are very nice and humble people” huhuhu... lho, itu ttg Cipu ya? hehe...
BalasHapusEh, kenapa gue baca Lies jadi 'lays' gini hahaha...
This journey gave me a lesson, no matter how bad your situation is, spirit will keep you alive and make you strive --> LIKE IT!
BalasHapusmanusia sepertinya memang harus memiliki mimpi. tanpa mimpi manusia gak akan ke mana-mana... :(
BalasHapuswow..... terharu membacanya... orang yang lebih beruntung tapi tidak pernah yakin dengan mimpinya berkeliling dunia seharusnya membca tulisan ini dan bertemu dengan gadis itu...
BalasHapuskadang hidup berawal dari mimpi..
BalasHapusasik bisa liburan, biar ga cuma mimpi aja...
BalasHapuscuaca yang mendukung untuk mellow2 gimana, bikin terharu baca postingan ini. gud job, Cips :)
BalasHapuskeren ya.. sekarang si monica kalo mau jalan2 keliling dunia bisa barengan sama suaminya jadi ada temen. hihihi
BalasHapusWow Monica, sosok yang inspiratif banget. Tetap memiliki semangat dan cita2.
BalasHapusThanks sharingnya Cipu :)
Bahkan saya belum pernah menginjakan kaki di luar pulau Jawa :-(
BalasHapusIngin rasakan serunya ketemuan dengan para Backpacker.
So, sementara saya belajar bahasa inggris dulu aja biar becus. Biar PD kalo sudah ada kesempatan keliling dunia aa aa...
Pengalaman yang mengesankan.
BalasHapusKapan ya bisa jalan2 seperti itu?!
nice post :) kereeen bgt critanya .
BalasHapus