Lijiang - Kota Tua yang Bersahaja


Badan saya dan istri sudah terasa sangat pegal saat kereta yang kami tumpangi akhirnya tiba di Lijiang Railway Station. Meski kami menikmati pemandangan dari dalam kereta selama 10 jam perjalanan, kondisi kereta kelas ekonomi yang kami tumpangi memang tak memberi ruang gerak yang banyak buat kami. Bayangkan saja, enam orang ditempatkan di kabin dan harus duduk berhadap-hadapan selama 10 jam, tanpa sandaran yang memadai dan tatapan aneh orang sekabin ke kami. Mereka nampaknya agak asing dengan keberadaan orang berkulit cokelat, ditambah istri saya yang berhijab. Sempat sih ada beberapa upaya komunikasi dari teman-teman sekabin, tapi karena "me no speak Mandarin" dan mereka "no speak Bugis" jadilah kita cuma saling melempar senyum saat beradu pandang.


Suasana kelas ekonomi dalam kereta menuju Lijiang

China adalah destinasi kedua kami setelah Vietnam. Pertanyaannya adalah Kenapa ke China bagian Selatan dan kenapa ke Lijiang? Kami berdua memang dari jaman pacaran suka dengan beberapa adegan film yang ternyata scene nya diambil di China bagian Selatan. Setelah mengamati penorama daerah di China Selatan via browsing, kami memutuskan untuk berkunjung ke Lijiang . Kami berdua langsung jatuh cinta pada panorama yang ditawarkan oleh China Selatan, padahal liatnya baru via website.

Pemandangan dari kereta

Long story short, kami tiba di Stasiun kereta api Lijiang menjelang pukul 7 malam. Kami memilih menggunakan taksi agar bisa segera tiba di penginapan yang telah kami booking, badan kami sudah serasa remuk duduk 10 jam, terlebih batin kami yang lelah tak mampu berkomunikasi dengan penumpang sekabin. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk tiba di penginapan kami, yang lokasinya terletak di kawasan Lijiang Old Town. Memasuki kawasan Lijiang Old Town, saya dan istri tiba-tiba merasa terlempar ke masa lalu dengan pemandangan di sekitar kami. Di sepanjang jalan berjejer toko-toko dan penginapan dengan arsitektur bangunan China tempo dulu (ya iyalah namanya aja Old Town). Saat tiba di penginapan yang kami telah booking, saya malah merasa lagi di lokasi shooting white snake legend, berasa jadi Xu Xian dan Pai Su Chen yang lagi bulan madu. Berhubung pengelola penginapannya gak bisa bahasa Inggris (kecuali "Thank You") dan saya juga belum lulus Iqro' 1 Bahasa Mandarin, komunikasi kami terpaksa lebih banyak dengan bahasa isyarat. Untungnya, kami sangat senang dengan kamar nuansa klasik yang kami dapatkan, serasa kembali ke rumah zaman Dinasti Han.

Lijiang Old Town

Tadinya kami berencana mau langsung istirahat saat tiba di penginapan, tapi rasa lelah itu hilang saat kami melihat lokasi strategis penginapan kami yang terletak di Lijiang Old Town. Kami cuma menghabiskan waktu 30 menit untuk unpacking dan sholat di kamar sekaligus mengagumi nuansa klasik China penginapan yang kami dapat (dengan harga yang terjangkau tentunya). Bagaimana tak merasa terlempar ke masa lampau, bangunan dasar MyHome Inn tempat kami menginap didesain bak rumah China tempo dulu, rumah bertingkat berbentuk huruf "O" dengan penempatan taman dan kolam kecil dalam ruangan. 


Serasa lagi main di Serial Legenda Ular Putih

Kamar kami tepat di depan kolam

Malam itu, kami langsung menyusuri Lijiang Old Town yang bermandi cahaya. Lijiang Old Town adalah salah satu UNESCO World Heritage Site yang telah berdiri lebih dari 1000 tahun lalu. Kota indah ini merupakan gabungan antara jalur sungai, jembatan, dan tempat perniagaan yang ditata dengan apik. Originalitas arsitektur Lijiang masih terus dipertahankan, pemugaran dilakukan tanpa merubah bentuk asli bangunan dan tata kota tempat ini. Tak heran jika menyusuri kota ini serasa membawa kita setting film-film Mandarin zaman kerajaan.

Menyusuri jalan dan sungai di Lijiang Old Town

Jalan-jalan di Lijiang Old Town cukup padat malam itu, saya dan istri tak henti-hentinya berdecak kagum dengan pemandangan yang ditawarkan kota tua ini. Di kiri kanan kami berjajar beragam toko modern berbalut arsitektur China klasik menawarkan berbagai produk, mulai dari makanan, tekstil hingga barang-barang seni. Begini rupanya strategi pariwisatanya: tetap mempertahankan arsitektur nya dari segi eksterior, namun dari segi interior, bangunan-bangunan dialihfungsikan menjadi toko dan penginapan, sehingga para turis yang berkunjung di sini bisa merasakan suasana Lijiang tempo dulu, namun dengan fasilitas jaman now. Cahaya lampu jalan yang terang dan berwarna-warni berpadu dengan cahaya jejeran toko-toko klasik berpadu dan mengajak para pengunjungnya untuk menikmati suasana malam di tempat ini.

Lijiang Old Town at night

Besok paginya, saya dan istri kembali menjelajahi tempat ini untuk mendapatkan feel nya saat matahari sudah naik. Ternyata, kami banyak menemukan detail detail unik dari tempat ini yang sudah pasti sangat potret-able. Dengan luas 8 hektar ini, Lijiang Old Town boleh dibilang kota yang lengkap, tak hanya karena jejeran toko serta penginapannya, tapi juga aliran air sungainya yang jernih yang juga menjadi sumber air untuk kegiatan sehari-hari masyarakat di kota tua ini. Saya dan istri seharian menjelajah tempat ini, menelusuri tiap-tiap sudutnya, dan kami tak kunjung merasa bosan, bahkan semakin bersemangat untuk melihat lebih banyak tempat-tempat menarik di sini. Kami membiarkan kaki kami membawa kami menelusuri setiap lorong, tanjakan maupun turunan di kota ini. 

Suasana Lijiang di Pagi Hari 

Business-as-usual view in Lijiang

Yang kami amati, Lijiang Old Town nampaknya menjadi atraksi turis lokal, dan tak begitu banyak turis mancanegara yang kami jumpai saat kami menjelajahi tempat ini. Ini sedikit banyak menjadi tantangan bagi kami saat menjelajahi daerah China Selatan karena memang jarang menemukan pedagang lokal yang bisa diajak bercakap dengan bahasa Inggris, apalagi selama perjalanan ini, saya dan istri sengaja tidak mengaktifkan paket demi kenikmatan perjalanan kami. Tantangan bepergian ke negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris, bisa dibaca di sini dan di sini

Mufu Palace 

Di dalam kompleks Lijiang Old Town, terdapat sebuah situs yang dijuluki "Forbidden City of the South" atau sering dikenal dengan nama Mufu Palace. Mufu Palace sendiri sebenarnya adalah istana untuk penguasa di Lijiang pada zaman Dinasti Yuan, Ming dan King. Mufu Palace yang berada di Lijiang saat ini adalah bangunan istana hasil rekonstruksi setelah sebelumnya istana ini pernah kebakaran dan terdampak akibat gempa. Mufu Palace terletak di jantung Lijiang Old Town dan untuk masuk ke tempat ini dikenakan biaya sekitar 60 Yuan. 


Mufu Palace a.k.a Fu Mansion

the King was here


Keunikan tempat ini tak hanya karena sejarahnya yang sudah ratusan tahun, namun juga dari arsitektur istananya yang (katanya) menunjukkan corak seni bangsa Naxi (penghuni asli Lijiang). Saat memasuki tempat ini, suasana sakral sangat terasa. Kami melihat-lihat ruangan-ruangan kerajaan zaman dahulu, serta layout ruangan kerajaan dalam Mufu Place. Kami juga dibolehkan untuk melihat ruang tidur raja serta ornamennya yang sangat khas. 

Sebagai orang yang tak terlalu gemar sejarah, daya tarik Mufu Palace bagi saya adalah bangunannya. Bangunan tiga tingkat, dengan atap menukik serta pilar berwarna merah di setiap lantai, membuat Mufu Palace mencolok dari bangunan-bangunan sekitarnya. Sebuah cerminan arsitektur megah dari masa lampau.  

Wangu Eternal Tower 

Di dalam kawasan Lijiang Old Town, terdapat sebuah bikit yang dinamakan Lion Hill. Salah satu landmark Lijiang Old Town yang wajib hukumnya untuk dikunjungi saat mampir ke Lijiang adalah Wangu Tower, yang letak tepat di puncak bukit Lion Hill. Menuju tempat ini pun tak begitu sulit, karena akses pejalan kaki serta penanda jalan dalam Lijiang Old Town sangat banyak dan mudah dipahami. Wangu Eternal Tower merupakan bangunan menara yang seluruhnya terbuat dari kayu dengan tinggi bangunan 33 meter serta memiliki lima lantai. Bangunan merupakan simbol persaudaraan bangsa Naxi (penduduk asli Lijiang), yang ditunjukkan dengan ornamen-ornamen yang ditampilkan dalam bangunan.  

Wangu Eternal Tower

Pemandangan 360 derajat Lijiang dari puncak tower

Ornamen etnik di dalam tower 

Berdiri kokoh di puncak Lion Hill, Wangu Tower merupakan tempat strategis untuk menikmati pemandangan kota Lijiang, termasuk Lijiang Old Town, perumahan penduduk di Lijiang serta aliran sungai yang membelah kota ini. Saya dan istri tentunya banyak mengabadikan momen pemandangan dari puncak tower ini, selfie ga usah ditanya lagi yah, bejibun wakakakak. 

Another temple on our way back from Wangu Eternal Tower

Selain bangunan menara yang megah, Wangu Etenal Tower dikelilingi oleh pepohonan hijau dan bunga-bunga yang berwarna-warni yang tentunya membuat para pengunjung tempat ini enggan untuk beranjak. 

Black Dragon Pool (Jade Spring Park) 

Tak jauh di sebelah utara Lijiang Old Town, terdapat sebuah taman yang tak kalah terkenalnya, namanya Black Dragon Pool. Termasuk dalam taman kolam yang populer di China, pemandangan Black Dragon Pool memang sangat indah. Letaknya di kaki Bukit Elephant (Elephant Hills) didominasi oleh kolam alami yang dikelilingi pepohonan dan kuil indah yang terletak di tengah kolam, serta berlatar pegunungan Jade Dragon Snow yang berlapis salju menjadikan tempat ini sangat indah. Keindahan lokasi, bangunan serta latar belakang alamnya, menjadikan tempat ini memang layak masuk dalam deretan taman kolam terindah di China. Saya yang bermodal iphone jadul saja masih bisa mengabadikan lukisan alam yang mempesona ini dengan baiknya. kebayang betapa terpancarnya keindahan tempat ini jika dipotret menggunakan kamera profesional. 

Black Dragon Pool di pagi hari masih sepi saat saya berkunjung ke tempat ini, untungnya petugas tiket belum muncul dan saya bisa masuk dengan gratis heheh. Tak begitu banyak pengunjung yang menikmati tempat ini, kecuali beberapa penduduk yang ikutan berlari pagi serta melakukan olahraga ringan, senam dan tai chi. Mengitari tempat ini benar-benar memanjakan mata saya dengan panorama tempat ini, sayangnya cuaca yang cukup mendung membuat saya tak bisa melihat puncak salju Jade Dragon Snow sebagai latar belakang indah Black Dragon Pool.
Black dragon pool, sayangnya Jade Dragon Snow Mountain tertutup awan 



What a view

Menjelang agak siang, semakin banyak pengunjung yang berkunjung ke tempat ini. Jalan-jalan di sekeliling kolam juga menjadi semakin ramai. Beberapa spot yang menampilkan keindahan black dragon pool dengan latar Jade Dragon Snow Mountain mulai ramai dikunjungi para pelancong untuk keperluan foto-foto. Untungnya, saya dan istri lebih pagi datangnya, jadi tidak perlu rebutan spot foto. 

Mendaki Elephant Hill 

Berhubung istri sering masuk hutan karena kerjaannya, kunjungan kami ke Lijiang pun ternyata ada agenda hikingnya. Tapi tak perlu khawatir, hiking kali ini lebih fun kok ga harus sampai drama macam di film-film. Pendakian singkat kami dimulai dari saat kami ngaso di siang hari dalam Black Dragon Pool. Di salah satu sudut tempat ini, terdapat penanda untuk pendakian ke puncak Elephant Hill. Istri saya langsung mengajak saya hiking, saya mah ayo saja.

the view

Stairways to heaven 

Ternyata mendaki Elephant Hill sangat menyenangkan. Meski jalurnya menanjak, selama menanjak, jalur yang kami lalui sangat ramah buat para pendaki. Kita cukup mengikuti jalur berundak dan patuh pada jalur demi keselamatan. Selama pendakian, kami menemui beberapa pos penjagaan untuk kepentingan keselamatan pengunjung. Tak hanya itu, jalur pendakian dilengkapi dengan sejumlah marka dan peta untuk memudahkan para pendaki menuju puncak. 

Pemandangan Lembah Lijiang

Setelah lebih sejam, saya dan istri tiba di puncak Elephant Hill, kami menyempatkan duduk di sebuah kuil yang dibangun di puncak Elephant Hill, sembari menikmati semilir angin musim gugur serta pemandangan lembah Lijiang dan Gunung Jade Dragon Snow. Disuguhi pemandangan seindah ini mebuat kami merasa bahwa peluh kami menanjak terasa terbayar. Kami agak lama menikmati pemandangan di penghujung jalur penanjakan kami, sebelum kami memutuskan untuk turun ke Black Dragon Pool 

Bagaimana dengan makanan? 

Sebagai orang muslim, tentunya kami perlu memperhatikan juga makanan yang kami konsumsi selama travelling. Untungnya, daerah China Selatan sepertinya tak begitu sulit untuk mendapatkan restoran halal. Di Lijiang Old Town, saya malah rutin ke beberapa restoran halal yang lokasinya dekat dengan tempat saya menginap. Mungkin saking gembiranya mereka mendapatkan pelanggan berhijab, setiap kali kami makan di restoran mereka, selalu dapat diskon atau diberi porsi tambahan.

Salah satu kedai halal dekat penginapan kami 

That halaal noodle was so yum... 

Local fruit that we don't know the name

Nah, bagi teman-teman yang ingin mencoba jalan-jalan di China, Lijiang bisa menjadi alternatif liburan. Mungkin memang agak perjuangan untuk bisa sampai di Lijiang, tapi suasana serta sejarah yang ditawarkan tempat ini menjadikan Lijiang sangat layak untuk jadi salah satu destinasi wisata kalian selanjutnya (tentunya setelah Covid berakhir). 
32 komentar
  1. Dudukan di kereta ekonomi lumayan panjang dan jadi satu ya. Tapi jarak antar depan sempit. Kebayang 10 jam begitu, apalagi yang di tengah.

    Suasana di sini menyenangkan, mas. Seru jika yang suka menjelajah dengan jalan kaki.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, saya sama istri malah jarang pake bus atau taxi, kami banyakan menjelajahi Lijiang dengan jalan kaki. Sayang sih waktu main ke sana cuma 3 hari jadi ga bisa ke Shangrila hehe

      Hapus
  2. Aku baru dengar tentang kota Lijiang. Cantik. Kotanya sepertinya tenang dan slow. Rasanya kaya waktu berhenti di sana. Aku suka konsep mempertahankan detail bangunan tua tapi dengan fasilitas modern.

    Btw, perjalanan ke sana lumayan pr juga ya. Tapi baca tulisan ini sepertinya Lijiang is worthed to visit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kotanya sangat ramah pejalan kaki, jogging track dimana mana. Semoga bisa jalan jalan ke sana ya Dini

      Hapus
  3. Melihat pemandangan dan membaca ulasan di artikel ini, jiwa saya yg haus akan travelling jadi bergetarrrr,hahaha..... ( lebay nih saya wkwkwk ) .

    Namun apa daya, lagi - lagi isi dompet susah untuk diajak bersahabat. :)

    Kalau saya kesana, rasanya ingin lama - lama melihat pemandangan dari ketinggian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mas, mari kita nabung buat traveling lagi. Semangat menabung hahah

      Hapus
  4. Ya ampun mas Cipuuu, kuat banget duduk di kursi berenam selama 10 jam :O saya selalu takjub sama traveller seperti mas Cipu dan mas Morishige, karena nggak gampang untuk bisa berpetualang seperti mas-mas sekalian >,<v hihihi. By the way, saya merasa familiar sama nama Dinasti Han, tapi saya lupa dengar di mana, sepertinya dari sebuah drama mandarin jaman dulu yang suka dipasang di TV nasional. Tapi apa, ya (?) penasaran hahahaha.

    Ohya mas, foto yang di tepi sungai Lijiang Old Town itu bagus banget ~ warna warni lampunya berhasil tertangkap dengan baik. Syuka lihatnya :D pemandangan di Elephant Hill juga cakep, tapi lumayan tuh tangganya kalau dilihat dari atas kok tinggi banget ya hahahahaha. Bakal butuh tenaga ekstra bagi yang susah naik tangga seperti saya :))

    Ps: Halal noodle-nya sekilas mirip Pho Vietnam, mas. Looks yum!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eno kapan kapan ajak Oppa nya main ke Lijiang, dijamin suka deh dengan pemandangannya. Ke sana ada flight juga kok, kami memilih naik kereta simply karena budgetnya lebih murah hahaha. Untungnya juga istri demen sama yang murah2, jadi klop deh

      Hapus
  5. Kok berasa di film-film China jaman kerajaan yah? Aduh pengen deh gw ke situ. Kapan-kapan kali yah sama istri sama anak. Si Keenan jangan diajak, pecicilan soalnya. Yang ada gw gak piknik malah setres nyariin dia yang lari ke mana-mana.

    Wkwkwkwk

    Btw, salam kenal mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti kalo ajak Keenan bisa tersesat Keenannya mas, soalnya nanti ke sana nyarinya Indomaret, alamat ga ketemu ketemu tuh Indomaretnya

      Hapus
  6. Aku ngakak keingetan cerita mamaku yang ngalami juga miskomunikasi saat dulu ke China.
    Mamaku ngga bisa bahasa China, meski mamaku keturunan Chinnesse dan warga sana ngga paham bahasa Inggris.
    Jadilah pakai bahasa tarzan šŸ˜….

    Tjakep juga ya view di Lijiang.
    Kayak lukisan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, kebayang kan gimana bingungnya kami pas di sana, mana ga pake gadget pulak hahahahah. Jadilah bahasa tarzan to the rescue

      Hapus
  7. suasananya memang mengingatkan akan film-film china dengan setting tempoe doeloe..

    tantangan bgt ya kalau traveling ke daerah yg kita ngga bisa berkomunikasi verbal sama mereka.. saya sendiri seumur-umur belum pernah euy, keluar negeri baru ke singapura..

    daerah cina selatan kayanya emang lebih banyak muslim dibandingkan daerah lainnya ya? kecuali dibandingkan kaum uyghur mungkin..

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, lucu sih kalau diingat-ingat pengalamannya. Memang bahasa itu bisa jadi kendala yang menyenangkan kalau lagi travelling ke non-english speaking country

      Hapus
  8. Cipu these photos you shared are so beautiful! China is known to be a very powerful country and an economic powerhouse but not everybody knows how beautiful the landscapes and their traditional places are! Thank you for sharing these, it took me back to my trips to China which are very memorable to me :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes Steve, I feel to go back there and perhaps visit the least visited areas in China. I bet there are more traditional experiences waiting

      Hapus
  9. Mantab...
    jaraknya jauh juga.... suasana hampir sama dengan di kampung saya ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mas kampungnya dimana? Kalau suasananya mirip Lijiang, boleh mas direkomendasikan kampungnya

      Hapus
  10. Menarik sekali Mas Cipu perjalanan ke Lijiang kota tua di china selatan...apalagi naik kereta ekonomi yang hadap2an 6 orang, itu formasi 3 3 apa mas...ngingetin saya ama kereta ekonomi kutajaya hehe..

    Btw saya baru tau dong di china selatan ada kota tua bernama lijiang, soalnya klo china selatan saya apalnya ama yunan hehe

    Bagus juga ya kota dan suasananya, apalagi penginapannya yang by design tampak vintage di segala sisi, jadi ingat macam drama mandarin tempo jadul kayak kabut cinta atau yang tokohnya xiao yu tien ahahhahaha

    Oh ya, saya fokus ke yang pas pendakian, ngliat bagian tangganya, apakah agak licin ya mas? Tapi seger euy, jadi kangen suasana pegunungan saia ahahhaha

    Manteb review plesirannya, cukup informatif dengan nama2 objek wisatanya, kali kan saya ada kesempatan ke sana juga (amiiin)

    Terakhir, buah lokal yang ada di bawah itu kliatannya kok enak ya, mirip leci kulitnya :D

    BalasHapus
  11. Mbak Gustya, terima kasih sudah mampir.

    Lijiang berada di Provinsi Yunnan mbak, jadi macam kota kabupaten di sana. Dan memang Lijiang Old Town nya dipertahankan bentuk aslinya sedemikian rupa jadi para pengunjung bisa merasakan ambience China masa lampau.

    Kalau pendakian di Elephant Hill, untungnya gak licin pas kami ke sana mbak, mungkin karena gak turun hujan kali ya.

    Semoga mbak Gustya bisa mengunjungi Lijiang ya

    BalasHapus
  12. Kunjungan perdana ke blog travelling yang menarik ini. Lijiang ini seperti Tiongkok zaman dulunya. Suasananya masih asri dan sejuk. Sukses selalu untuk blog ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas kunjungannya mas Vicky. Iya mas, suasananya ala ala film kungfu tempo dulu

      Hapus
  13. Bagus banget kota tuanya, Bang Cipu. Bener kata Abang, pas liat fotonya jadi inget Legenda Ulat Putih. Hehehe. Btw, ini Bang Cipu naik keretanya dari Beijing kah?

    Baca cerita ini bikin saya inget perjalanan ke Vietnam, Bang. Di Lao Cai, utara Vietnam, saya salah ambil jalan terus nyasar ke perbatasan darat Vietnam-China. Saya cuma termenung beberapa saat lihat Yunnan di depan sana. Hahaha.... Berasa pulang kampung ke tanah nenek moyang orang-orang nusantara. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya naik kereta dari Yunnan ke Lijiang Mori.

      Pas di Lao Cai kenapa ga coba coba tembus perbatasan saja Mori, kan mayan tuh bisa ke Yunnan hahahaha

      Hapus
  14. Kota Tua yang Indah dan naturalistik

    BalasHapus
  15. aku lagi mencoba mengingat-ingat serial ular putih yang hits dulu itu, apa iya ada cerita bulan madunya hahaha, duh lupaa sudah hahaha
    suka sama kota tua seperti ini, apalagi interior yang di tempat kediaman raja masih bener bener apa adanya, perkakasnya mirip kayak rumah jaman dulu, pajangan keramik gede gede kayak gitu

    apalagi kotanya bersih, kalo pagi tenang kayak gitu, betah kayaknya kalo jalan disini, melewati sungai sungai kecil kayak gini pula, menyenangkan sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya membuka kembali foto foto Lijiang rasanya jadi beneran pengen ke sana lagi hahahha. Karena ini kunjungan saya ke China, saya jadi ingin banget menjelajahi daerah daerah lain di China

      Hapus
  16. Waah seru banget kayaknya Mas Cipu. Old town nya juga berasa kaya di film2 China jaman dulu šŸ˜
    Untung aja jg banyak resto halal ya, jd bisa tetep nyoba makanan khas yg halal. Kalau aku pas travelling, klo ga nemu makanan lokal yg halal akhirnya makan kebab yg jual orang muslim turki. Sayang jg jd ga bs coba makanan khas sana, tp mau gimana lg šŸ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak kalau China bagian Selatan, resto resto halal Alhamdulillah tak terlalu suka nyarinya. Bahkan sampai tempat makannya pun ada label halalnya juga.

      Justru sebenarnya tantangannya di situ kalau travelling, seni nya adalah saat mencari makanan halal hahaha

      Hapus
  17. hi, kunjungan balik ke blognya yg sangat menarik :-)

    kalau ke Cina lagi pengen banget deh kesini, kyknya zen banget ya, serba alami dan udaranya ditanggung bebas polusi. Btw gimana dengan orang2 lokalnya, apakah mereka welcome dengan pendatang?

    BalasHapus
  18. mas cipuuuuu, cantiiiiik bangettttt view nyaaa. semua cakeep ih. even penginapannya aja aku sukaaaa :D. kota begini niiih yg aku suka kalo sedang jalan2.. adem, view cakep bertebaran, sejuk... masalah orang lokalnya yg banyak ga bisa bhs inggris, sbnrnya malah jd poin pemikat :D. aku dan suami juga suka mas traveling tanpa aktifin pake data ato bawa modem wifi. aku baru bawa modem kalo jalannya ama temen. krn ga pgn juga sama2 nyasar ;p

    tapi kalo jalannya bareng suami, aku berani krn selalu bisa andelin dia hahahaha.

    kota- di china itu memang banyaaak bgt yg bagus yaaa. sayang aku cuma pernah ke tianjin dan beijing doang. pengen bangettt bisa kesana lagi tp kali ini visit kota2 tuanya ato kota2 lain yang banyak peninggalan sejarah.

    naik kereta ekonomi selama 10 jam, aku jg prnh rasain. Tapi kereta yg aku pake leih menyedihkan mas ;p. dari bangkok ke siam rep, naik KA ekonomi, jendela terbuka, debu masuk, cuma ada kipas angin yg memperparah suhu krn cuma muterin hawa panas, seatnya dari kayu keras, daaaan penumpang boleh bawa ternak hahahahahahaha. Aku ga bisa marah ama suami, krn yg booking kereta dan sok sok an mau bergaya backpacker itu aku ;p.

    yg pasti, balik jakarta aku sukses lgs sakit radang tenggorokan parah krn dihajar panas dan debu trus2an di kamboja hihihihi.

    BalasHapus