Pendahuluan
Guncangan tak begitu terasa selama sekitar 90 menit pesawat Wings Air membawa kami meninggalkan the Island of Gods (Pulau Dewata) menuju the Magic Island. Entah siapa yang memulai menjuluki Pulau Sumba dengan the Magic Island. Yang jelas, saya merasa sangat tak sabar untuk segera menjejakkan kaki di Pulau Sumba dan menjelajahi pelosok Sumba yang katanya sangat eksotis. Wisata ke wilayah timur Indonesia memang sedang trend, destinasi seperti Labuan Bajo, Morotai, Sumba, Raja Ampat makin ramai dikunjungi oleh wisatawan. Sebenarnya, kedatangan saya ke Sumba berjudul duty trip alias perjalanan dinas, namun bukan berarti tidak ada agenda kunjungan ke tempat wisata yang terselip di itinerary perjalanan kali ini. Sambil menyelam minum Pepsi, begitu kira-kira pepatah yang tepat.
Saya dan teman-teman kantor tiba di Waingapu, ibukota Kabupaten Sumba Timur, menjelang jam makan siang. Teriknya Waingapu langsung menyapa kami, rasanya tiba-tiba salah kostum karena saya mengenakan kemeja. Nama Sumba memang makin sering terdengan karena beberapa film nasional ternyata memilih Sumba sebagai lokasi pengambilan gambar, sebut saja Pendekar Tongkat Emas, Susah Sinyal dan Marlina Pembunuh 4 Babak. Keterlaluan kalau kalian tidak tahu film-film ini, Kemana Saja Kalian? Dengan kesuksesan film Pendekar Tongkat Emas (salah satunya karena lokasi shootingnya yang ciamik), bukan tak mungkin sekuelnya yang berjudul Pendekar Tongkat Perak dan Pendekar Tongkat Perunggu akan segera mulai shooting lagi di Sumba. Kan lumayan bisa lihat Eva Celia beradegan silat lagi.
Bukit Wairinding
Lansekap Bukit Wairinding |
Di sekitar Waingapu ternyata banyak tempat-tempat eksotis yang dapat dengan mudah diakses kalau sewa mobil sendiri, kalau pakai angkot saya kurang mengerti trayeknya. Mungkin yang paling hits adalah Bukit Wairinding. Ketenaran bukit Wairinding sendiri dimulai karena adegan-adegan di film Pendekar Tongkat Emas. Dibutuhkan waktu kurang lebih sejam untuk mencapai Bukit Wairinding dari Kota Waingapu. Posisi bukit Wairinding yang langsung dapat diakses dari pinggir jalan mungkin yang menjadikan bukit ini sebagai salah satu tujuan utama para pengunjung yang datang ke Sumba Timur. Beberapa pengunjung menjuluki Bukit Wairinding sebagai permadani surga karena keindahan lansekap deretan bukit yang berbalut rumput di tempat ini.
Sunset at Wairinding |
Bukit Tenau
Jejeran Bukit di Bukit Tenau |
Nama Bukit Tenau, mungkin tak seterkenal Bukit Wairinding, meski sebenarnya Bukit Tenau berjarak lebih dekat ke Kota Waingapu dibanding Bukit Wairinding. Bukit Tenau dalam bahasa lokal berarti Bukit Seribu, dijuluki demikian karea Bukit Tenau memiliki banyak jajaran bukit yang membentuk lansekap alam yang unik dan menarik. Tak kalah dengan Bukit Wairinding,
View from Bukit Tenai |
Puru Kambera
Models in action |
Puru Kambera, diasosiasikan dengan hamparan padang savana yang membentang di sebelah utara Kota Waingapu. Suasana alam di Puru Kambera malah mengingatkan saya dengan lansekap alam di Australia. Mungkin karena Sumba Timur termasuk daerah terdekat dengan Australia bagian Utara, maka lansekap alam yang disajikan pun terasa sangat outback ala Australia. Para pengunjung yang berkunjung ke Puru Kambera, biasanya menyiapkan kain-kain Sumba sebagai properti untuk mengabadikan momen di tempat ini. Berhubung saya tak bawa kain Sumba, akhirnya saya boleh minjam ke teman kantor yang bawa kain Sumba, hahaha gak modal banget yah. Selain menampilkan padang savana yang cantik, pengunjung juga bisa menyaksikan kawanan kuda yang dilepas di berbagai penjuru tempat ini. Untuk dapat mengambil gambar kuda-kuda ini memang diperlukan usaha yang lebih, karena kawanan kuda biasanya akan menjauh begitu sadar bahwa mereka dikuntit oleh Homo Sapiens, manusia maksudnya.
not-so wild horses |
Tak jauh dari padang savana, pengunjung juga bisa mengunjungi pantai Puru Kambera. Cuma karena saya tak bawa celana renang kala itu, saya mengurungkan niat untuk icip icip snorkeling di pantainya. Next visit harus jadi agenda wajib lah berenang kemari.
Pantai Walakiri
Pantai Walakiri |
Salah satu pantai yang menjadi rekomendasi para pemandu wisata adalah Pantai Walakiri. Berjarak 40 km di sebelah Timur kota Waingapu, Pantai Walakiri menawarkan pesona sunset yang unik. Keberadaan beberapa pohon bakau yang terpisah dari kawanannya menjadi daya tarik para turis untuk dijadikan sebagai objek foto bersama saat matahari mulai terbenam. Siluet yang dihasilkan pun terasa magis (kalau lihat dari hasil google Pantai Walakiri). Sayangnya saat saya ke sana, pengunjungnya terlalu ramai, saya jadinya urung untuk mengambil gambar di spot pohon bakau tadi, nanti susah membedakan mana yang siluet manusia, mana siluet hutan bakau. Ya sudahlah, saya cukup menikmati senja di pantai berteman semilir angin,...... dan air kelapa muda......
Dan Indomie Rebus pake potongan cabe rawit 3 biji. Maka nikmat pantai manakah yang kau dustakan.
Desa Tawui
Mungkin dari sekian spot yang saya kunjungi di Sumba, Desa Tawui ini adalah spot yang paling berkesan. Bukan hanya karena waktu tempuh menuju desa ini yang memakan waktu 4-6 jam, akan tetapi juga pembelajaran yang saya dapatkan saat mengunjungi tempat ini (ini kok jadi mahasiswa yah, pake istilah pembelajaran segala). Desa Tawui sendiri terletak di bagian selatan Kabupaten Sumba Timur. Untuk menuju ke Desa Tawui, disarankan untuk menggunakan mobil 4 wheel drive karena medannya yang memang berat. Mobil yang kami tumpangi harus menembus hutan, mendaki gunung, menuruni lembah (bak Ninja Hattori), dan melewati jalur dengan tebing curam. Menjelang jam makan siang, kami melewati taman nasional Laiwangi Wanggameti dan kami memutuskan untuk rehat sejenak sambil menikmati nasi bungkus yang kami bawa dari Waingapu. Taman nasional ini terkenal akan air terjun Laiputi di ketinggian 800 mdpl, yang dihuni oleh sejenis ikan yang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Para penduduk tidak diperbolehkan untuk menangkap dan memakan ikan yang berlimpah di kolam bagian atas air terjun. Namun, penduduk boleh menangkap ikan yang dimaksud jika ikannya telah meninggalkan kolam dan lompat ke bagian bawah air terjun. Konon, mereka yang bisa melihat ikan tersebut di sungai-sungai bagian bawah air terjun termasuk mereka yang beruntung.
Saat kami memutuskan untuk menikmati makan siang di Taman Nasional ini, saya segera mendekati sebuah batu yang menjorok ke aliran sungai. Ceritanya sih mau makan nasi bungkus sambil merendam kaki ke air sungai sambil menikmati suara nyanyian alam (baca: gemericik air sungai), biar terasa natural gitu loh. Segera saya lepas sepatu, mengambil posisi duduk dan mulai menjulurkan kaki saya masuk ke air sungai yang mengalir di bawah kaki saya. Kaki saya langsung terasa segar saat menyentuh air sungai. Tiba tiba saya tersentak, saat terasa ada yang menggigit kaki saya. Terlihat gerakan seperti ular meliuk-liuk di kaki saya.
The fish that bit me |
Desa Tawui, at last |
Menjelang pukul 2 siang, kami tiba di Desa Tawui. Kami langsung disambut dengan pemandangan pantai dan tebing yang memesonakan, bak twelve apostles di Great Ocean Road, Australia (maaf yah ngomongnya asosiasinya ke Australia terus, saya belum pernah ke Eropa soalnya, apalagi ke Amerika Selatan, eh Amerika Serikat juga belum). Rasanya tak rugi menempuh perjalanan jauh untuk bisa mendapatkan pemandangan yang terhampar di depan mata.
Salah satu panel surya di Desa Tawui |
Kesimpulan
Seperti layaknya sebuah karya tulis, kesimpulan saya Sumba itu sangat indah dengan segala keterbatasan fasilitasnya (Meski Sumba memiliki Nihiwatu Resort yang dinobatkan oleh Travel + Leisure Magazine di tahun 2017). Masih banyak tempat di Sumba yang belum sempat saya kunjungi. Semoga saya diberi kesempatan untuk menjelajahi Sumba lebih banyak, serta wilayah-wilayah Indonesia Timur lainnya (mohon diaminkan yah penonton).
Sumba..... sumph ini keren. semoga bisa kesanaa
BalasHapusBisa, pilihannya kalau dari Jakarta, transit Kupang atau Denpasar
BalasHapuspantainya pasti bagus sekali ya di sana, rasanya pengen nyebur :D
BalasHapusSumpahh keren banget... Kapan coba gue bisa ngeliat pemandangan yg kaya beginian. Sumba mantep banget..
BalasHapus@Made, pantai pantai nya indah mas kalau ke bagian timur Indonesia, dijamin puas šš¼šš¼
BalasHapus@13K, bisa mulai nabung dari sekarang mas, Sumba itu worth to visit šš
Semua tempat kelihatan masih alami . Dari foto sangat indah sekali, Mungkin udara di sana sangat sejuk .
BalasHapusMantap postingnya gan..
Saya baru update sebuah kisah menarik untuk di baca Kisah Admad Bin Miskin " Nafsu Yang Tersembunyi Please Follow Back and Thanks YOU
Tertarik sama Bukit Tenau-nya. Pingin ke sana :D
BalasHapusWuaah .. kena gigit ikan keramat š±.
BalasHapusPerih ya, mas ?.
Keren banget ya pemandangan di ke 3 bukit di Sumba ...
Jadi bayangin aku berfoto pakai kain traditional disana š
siap siap jd tour guide ya mas kalo tmn blogger nya dateng :D
BalasHapusSaya setuju kalau Sumba dibilang mirip Australia. kalau di Australia ada Canberra, di Sumba ada Kambera. Beda tipis ji hahaha.
BalasHapusKangen sama Sumba, tahun 2015-2017 bolak-balik ke sana beberapa kali karena kerjaan dan yak, Sumba memang menawarkan pemandangan yang aduhai.
Mas Dije, iya Bukit Tenau itu memang pemandangannya indah sekali. Saya betah lama lama di puncak bukitnya.
BalasHapusMas Himawan, Sumba pemandangannya memang elok nian, yang hobi fotografi atau modelling pasti suka lokasi lokasi di sini
Mas Fikri, iya hahaaha asal dibayarin tiketnya aja kalau ke sana lagi ššš
Daeng Ipul, iye saya suka pemandangannya, bikin mau balik. Kita ke Sumba project apa kah?
Aku jadi semakin ingin ke Sumba, bang Cipu.
BalasHapusah, Sumba.. postingan ini bring backs all the good memories tentang Sumba. tahun 2011 saya penempatan di NTT, dan surat tugas pertama saya ke Sumba Timur. 18 hari di sana sampai ke tempat-tempat pelosoknya.. Melewati perbukitan gersang berumput coklat, dengan gerombolan kuda, sapi, kambing dan babi yang sibuk merumput. Tapi sayangnya waktu itu belum punya kamera.. Tapi masih terpatri jelas di ingatan magisnya tanah Sumba..
BalasHapus-traveler paruh waktu
Sumba itu memang mengesankan, bukitnya, savananya dan panoramanya. Mas Bara malah sdh main ke Sumba sebelum Sumba banyak dikenal orang. Semoga bisa main ke Sumba lagi mas
BalasHapusaminnnnn mas cipu, sumba emang bener bener keren, aku aja blom kesampaian, mau kesana malah mindah haluan wwkwk
BalasHapussejak film pendekar tongkat emas boom gitu, waduhh langsung nama sumba keangkat, banyak dijadiin destinasi tujuan saking penasarannya sama lokasi syutingnya yang emang keren
ikan lele bisa gigit ya ternyata, waduh sampe langsung berdarah gitu lho, kalau badan seukuran kaki bayi tapi giginya tajam juga
Sampai sekarang belum berkesempatan ke Sumba. Dari banyak tulisan yang dibaca soal Sumba, selalu menyorot keindahan lansekapnya. Paling keinget itu adegan-adegan di film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, lansekapnya juara banget.
BalasHapusSemoga suatu saat juga bisa menikmati langsung keindahan lansekap Bukit Wairinding.
Aaamiin mas Ikhwan, semoga bisa berkesempatan ke Sumba. Dijamin tidak menyesal sih kalau ke Sumba. Lansekapnya indah dan masyarakatnya juga ramah ramah
Hapus