Camping yang tak glamor di Situ Gunung

Saat itu Bulan November 2020, saat pandemi gelombang pertama sudah mulai menurun dan perjalanan ke luar kota sudah mulai marak. Kei, anak kami sudah berusia 3,5 tahun saat itu ditemani kedua orang tuanya yang sudah cukup lelah dengan pertemuan virtual yang tak kunjung henti. Awalnya, kami berencana ingin coba-coba short escape ke pantai dan pulau, namun mengingat bahwa perjalanan naik pesawat akan membutuhkan prosesi colok hidung (terutama ke anak kami), akhirnya kami memutuskan untuk cari lokasi-lokasi wisata yang lebih dekat. Setelah browsing, kami akhirnya menemukan lokasi yang kira-kira cocok untuk anak usia 3,5 tahun. Namanya Situ Gunung, di daerah Sukabumi, yang juga masih masuk dalam kawasan Taman Nasional Gede Pangrango. 

Saya dan istri cukup familiar dengan daerah Situ Gunung. Sebelum menikah, di tahun 2015, kami sempat mengambil daytrip ke kawasan Situ Gunung: mengambil kereta dari Kota Bogor ke arah Sukabumi, lanjut naik angkot menuju ke pintu masuk kawasan wisata Situ Gunung, lalu hiking di jalur berbatu yang licin untuk menikmarti air terjun yang menjadi salah satu atraksi daerah ini. Namun, saat itu, fasilitas di kawasan Situ Gunung masih sederhana dan seadanya, sehingga untuk mencapai air terjun dibutuhkan cukup usaha gigih dan tentunya sepatu yang kuat mencengkeram di jalur bebatuan yang menanjak dan menurun. Saat browsing untuk perjalanan ke Situ Gunung kali ini, kami melihat sudah banyak yang berubah di Kawasan Situ Gunung. Dari laman internet, kami melihat bahwa fasilitas sudah semakin lengkap, ada suspension bridge panjang yang memudahkan perjalanan pengunjung untuk mencapai air terjun, cafe/restoran dengan pemandangan lembah yang ciamik, area camping yang memiliki fasilitas cukup lengkap . Camping biasa memiliki fasilitas kamar mandi dan toilet komunal, sedangkan glamping memiliki fasilitas kamar mandi dan toilet pribadi. Dengan pilihan ini, tentu saja kami memilih camping biasa. Sebagai alumni Kehutanan, mamanya Kei lebih menikmati camping seadanya, yang langsung saya amini karena memang jatuhnya lebih murah hahaha. 

Sengaja kami cuti dua hari untuk ke Situ Gunung agar bisa menikmati suasana Situ Gunung saat weekdays, alias saat kondisi sepi. Perjalanan ke Situ Gunung dari Cibubur terbilang cukup lancar, kami membutuhkan waktu lebih dari dua jam untuk menjangkau kawasan wisata Situ Gunung. Kami tiba sebelum jam makan siang dan langsung diarahkan menuju tenda kami. Guess what? Ternyata untuk hari itu, pengunjung di tenda camping biasa cuma keluarga kami saja. Yess, we have the whole camping ground for ourselves. Setelah menaruh barang-barang (halah kesannya barangnya banyak, padahal cuma bawa 2 ransel doang), kami menikmati restoran tepi tebing yang berlokasi tak jauh dari tenda kami. Memasuki restoran, kami langsung disambut dengan pemandangan lembah yang hijau. Interior restoran yang memang terbuka ditambah meja dan kursinya yang semuanya terbuat dari kayu membuat pengunjung yang datang pasti betah berlama-lama. Kami menikmati makan siang dengan menu sederhana di restoran ini, namun memberikan sensasi mewah dengan pemandangan dan kesejukan pegunungan yang memang tak bisa kami nikmati di Cibubur. 

Resto yang bikin enggan beranjak

Literally, tepi tebing


Atraksi pertama yang kami nikmati di tempat ini adalah tentunya Suspension Bridge Situ Gunung yang terkenal itu. Jembatan Gantung ini diklaim sebagai jembatan gantung terpanjang yang melintasi hutan di Asia Tenggara. Dibangun tahun 2017, Jembatan ini berdiri kokoh dan berhasil menjadi magnet pengunjung untuk datang ke Kawasan Situ Gunung. Untungnya, saat saya, istri dan Kei mencoba jembatan gantung, tak banyak pengunjung yang datang sehingga kami bisa berlama-lama mengambil gambar di jembatan ini. Kei malah girang main di Jembatan ini, dia sangat senang dengan sensasi jembatan yang berayun dan bergoyang sebagai akibat dari gerakan pengunjung yang melintas di atas jembatan. 

Let's go, Mommy

The longest suspension bridge across a forest in Southeast Asia, yippie

Dengan adanya jembatan gantung ini, jarak yang ditempuh untuk mencapai air terjun di Kawasan Situ Gunung menjadi semakin singkat. Jalur yang ditempuh pun sangat bersahabat untuk anak-anak. Kei tampak menikmati jalur yang kami lalui untuk menuju ke air terjun. Sebelum air terjun, kami melewati kawasan glamping. Ada beberapa tenda glamping yang tersedia dan sepertiya juga belum penuh, sangat dimaklumi karena kami berkunjung bukan pas weekend. Setelah berjalan kurang dari 10 menit dari kawasan glamping, kami akhirnya tiba di kawasan air terjun. Suara volume air yang jatuh dari ketinggian semakin keras saat kami mendekat ke kawasan air terjun. Pengunjung dapat menikmati air terjun dari jembatan yang dibangun tak jauh dari lokasi air terjun. Lagi-lagi kami beruntung, kawasan air terjun terasa lengang, dan kami bisa menikmati air terjunnya secara paripurna tanpa perlu berdesakan di jembatan dengan pengunjung lain. Kami menghabiskan waktu cukup lama di tempat ini, menikmati kesejukan dan pemandangan air terjun yang tak membosankan.  


Foto keluarga depan air terjun


Menjelang senja, kami kembali ke tenda non glamping kami. Oleh pengelola camping ground, sebuah api unggun dinyalakan untuk menyambut satu-satunya tenda yang terisi malam itu. Cuaca malam yang sejuk dan bebunyian hewan malam turut menemani kami malam itu. Si Kei yang pertama kali bermalam di camping meloncat kegirangan "Wow, this is halloween" yang direspon tepok jidat oleh Daddy-nya.  Tenda yang kami tempati cukup sederhana, cuma berisi matras tidur untuk 3 orang. Kamar mandi komunal berjarak sekitar 50 meter dari tenda kami. Tak perlu khawatir jika ingin mandi, disediakan pemanas air juga bagi yang tak tahan dengan dinginnya air. Malam itu, kami tertidur pulas di bawah selimut yang nyaman sambil menikmati nyanyian alam.



Saat terbangun besok paginya, masih kedinginan setelah mengambil air wudhu dan sholat, saya menikmati suasana fajar yang dingin serta secangkir teh hangat dari dispenser teh yang tersedia bagi pengunjung. Sebuah pagi yang syahdu. Sementara Kei masih terlelap karena kelelahan hiking sehari sebelumnya, saya dan istri menikmati jagung rebus sebagai snack pagi kami. Maka nikmat jagung rebus di pagi dingin yang manakah yang kamu dustakan. 

One perfect morning in 2020

Corn, ladies and gentlemen

Saat Kei terbangun, petualangan kami lanjutkan dengan mengajak Kei berjalan menuju ke Danau Situ Gunung yang juga menjadi landmark daerah ini. Kei nampak enjoy dengan jalan paginya menyusuri jalur hutan yang mudah. Senangnya di tempat ini adalah jalur yang dibuat memang mudah untuk disusuri bersama anak. Beberapa kali Mamanya Kei menunjuk pohon dan menyebut namanya termasuk nama latinnya, harap maklum pekerjaan Mama nya memang di bidang konservasi jadi nama-nama tumbuhan dan hewan pun harus dengan nama latin. Matahari mulai agak panas saat kami tiba di danau. Meski ada perahu dan sampan untuk pengunjung, kami lebih menikmati duduk di pinggir danau sembari menikmati panorama danau dan gunung di hadapan kami. Sayangnya, memang sampah plastik banyak kami temukan di kawasan ini. Jadilah saya bertugas sebagai petugas kebersihan sembari menyusuri pinggir danau. Lebih dari 2 kresek sampah plastik kami kumpulkan sebelum meninggalkan danau, kalau dijual ke bank sampah kira-kira dapat berapa ya? 

easy path for a 3 y.o.


Trash we collected 

Kami kembali ke tenda untuk berkemas pulang. Namun setelah berkemas, kami sekali lagi menyusuri Suspension Bridge, lalu ke air terjun. Keputusan untuk datang ke tempat ini di saat weekdays memang tepat. Dalam perjalanan pulang, Kei tertidur lelap di mobil. Semoga tumbuh jadi anak yang cinta alam ya Kei. 


     

2 komentar
  1. Halo Cipu. Apa kabar? Waduh masih rajin ya nulis. Blog saya mah udah bertahun-tahun ga ada kehidupan hehehe. Kangen juga ya jaman tektokan di blog :)

    BalasHapus
  2. Apa kabar daeng? Ternyata tinggal di Cibubur ya? Saya di Jonggol! :)

    BalasHapus